Rabu 20 Apr 2016 18:52 WIB

Tragedi 1965, JK: Pemerintah tak akan Minta Maaf

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Nidia Zuraya
Wapres Jusuf Kalla.
Foto: dok. Humas Kemenhut
Wapres Jusuf Kalla.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan, pemerintah tidak akan meminta maaf kepada para korban tragedi 1965. Sebab, menurut JK, justru dalam tragedi tersebut korban yang pertama kali jatuh merupakan para jenderal dari pemerintah.

"Jadi, pertama, ya pemerintah punya sikap seperti apa kata Pak Luhut, yaitu pemerintah tidak punya rencana untuk minta maaf. Kalau minta (maaf), kepada siapa dan oleh siapa? Karena, sekali lagi saya ingin ulangi, korban yang pertama itu justru jenderal kita lima orang," jelas JK, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (20/4).

Terlebih, permasalahan lainnya yakni adanya perbedaan data korban yang menyebutkan terdapat ratusan ribu korban. Namun, menurut dia, tak ada alat bukti yang dapat menunjukkan data tersebut.

"Ya korban siapa? Siapa yang mau? Dan ini kan masalahnya adanya perbedaan data yang mengatakan ada ratusan ribu. Kalau ratusan ribu, di mana itu? Tidak ada yang bisa menunjukkan kan? Kalau ratusan ribu kan pasti banyak kuburan massal itu. Ndak ada yang bisa menunjukkan. Berarti kita tidak seperti itu," kata JK.

Sebelumnya, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan, pemerintah tidak akan menghentikan proses penyelidikan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Namun, penyelidikan baru dapat dilakukan jika memang ada alat bukti.

Luhut mengklaim, hingga kini tak ada satu orang pun yang bisa membuktikan alat bukti terkait tragedi 1965, Talangsari, maupun Semanggi. Ia menilai kesaksian orang tidak dapat memenuhi dan tidak dapat dijadikan alat bukti kejadian itu benar-benar terjadi.

Namun, Luhut menjamin pemerintah tetap ingin menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran HAM masa lalu. Rekonsiliasi, menurut dia, menjadi salah satu jalan yang paling logis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement