REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Bandara Djalaluddin Gorontalo sedang merintis penggunaan pembangkit listrik tenaga magnet yang akan dimulai pada 2018 mendatang. Kepala Bandara Djalaluddin Asri Santosa mengatakan tujuan dikembangkan teknologi tersebut, yakni untuk menciptakan sumber listrik alternatif selain dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang ketersediannya memang terbatas di wilayah tersebut.
"Konsep Bandara Gorontalo Djalaluddin ini kami kembangkan sebagai Bandara 'eco energy' dan ini yang pertama di Indonesia memanfaatkan magnet untuk pembangkit listriknya," katanya, Rabu (20/4).
Asri menyebutkan dengan adanya pembangkit listrik tenaga magnet tersebut bisa menghemat sekitar Rp 19 miliar selama 15 tahun.
Sebab, dalam satu tahun biaya yang dialokasikan untuk listrik di terminal lama, yakni sekitar Rp 1,5 miliar dalam setahun.
Asri menyebutkan dengan investasi sekitar Rp 3,5 miliar untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga magnet bisa digunakan untuk pemakaian hingga 15 tahun. "Pembangkit ini 'self-generate' atau membangkitkan sendiri, harus 'di-charge setiap 15 jam sekali," kata dia.
Asri mengatakan teknologi tersebut juga pernah ia kembangkan sebelumnya di Bandara Mopah Merauke ketika menjadi Kepala Bandara di sana. Dari PLN, lanjut dia, listrik yang disediakan sebesar 1.200 kVA (kilovolt ampere), sementara dari pembangkit listrik tenaga magnet mampu menghasilkan 500 kVA.
"Listrik dari tenaga magnet ini hanya digunakan di luar untuk keselamatan dan keamanan bandara, seperti untuk televisi atau pendingin ruangan," katanya.
Penghematan tersebut, dia mengatakan, bisa dialokasikan untuk menambah penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Bandara Djalaluddin Gorontalo yang ditargetkan bisa mencapai Rp 7,6 miliar dari realisasi tahun 2015 Rp 6,54 miliar. Selain listrik, Asri mengatakan pihaknya juga akan memasang sistem pompa air atau "water pumping sistem" untuk memasok 11.000 liter kebutuhan air bersih.