Selasa 19 Apr 2016 22:50 WIB

Petani Ingin Segera Bisa Manfaatkan Bioteknologi

Seorang peneliti menyusun bibit padi Nippon Bare yang dikembangkan melalui sistim kultur jaringan di laboratorium Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong, Bogor.
Foto: ANTARA/str-Jaflhairi/Koz/mes/06.
Seorang peneliti menyusun bibit padi Nippon Bare yang dikembangkan melalui sistim kultur jaringan di laboratorium Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong, Bogor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan petani mengharapkan segera dapat memanfaatkan produk hasil teknologi rekayasa genetik atau bioteknologi karena teknologi tersebut menjadi salah satu cara untuk memacu peningkatan produktivitas tanaman.

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir di Jakarta, Selasa, mengatakan posisi petani dalam menghadapi kemungkinan adopsi tanaman bioteknologi di Indonesia adalah sikap menunggu.

"Kita sekarang ini menunggu, produk hasil teknologi itu bisa diterapkan petani," katanya saat Perayaan 20 tahun Komersialisasi Global Tanaman Bioteknologi Hasil Rekayasa Genetika.

Menurut dia, ada beberapa alasan yang membuat petani terdorong untuk bisa segera menerapkan teknologi tersebut, yakni petani di Indonesia sudah mengenal dan memahami tanaman bioteknologi serta sudah mendapat sosialisasi dari ahli biotek dari perguruan tinggi.

"Petani Indonesia, sangat berkeinginan sekali menanam tanaman biotek agar mendapatkan kepastian panen dan peningkatan pendapatan. Apalagi kini pengaruh perubahan iklim sangat besar terhadap kegiatan usaha tani," katanya.

Winarnot menyatakan, untuk mempertahankan ketahanan pangan harus ada tambahan teknologi biotek, terutama untuk ekstensifikasi di lahan marjinal yang potensinya masih sangat luas.

Sementara itu Ketua Umum Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia (PBPI) Bambang Purwantara mengatakan petani di Indonesia memang sudah menunggu lama produk hasil bioteknologi ini.

Apalagi, lanjutnya, kini hampir 30 negara telah menanam tanaman bioteknologi dengan total luas areal hampir 130 juta hektare (ha).

Menurut dia, dari sisi penelitian sudah ada penambahan komoditas, bahkan sudah lebih mendalam dan bervariasi, hanya saja pada level aplikasi yang memang belum bisa terealisasi di lapangan.

Dia mencontohkan, tebu tahan kekeringan dan jagung tahan herbisida yang merupakan produk bioteknologi yang sudah lolos uji lingkungan dan keamanan pangan, namun sampai sekarang belum lolos uji pakan, sehingga petani belum bisa menanam.

Oleh karena itu, Bambang berharap, pemerintah segera mengeluarkan regulasi yang terkait keamanan pakan

"Saat ini Pedoman Pengkajian Keamanan Pakan sudah draf terakhir, kita masih menunggu tanda tangan pengesahan Menteri Pertanian," ujarnya.

Varietas hasil bioteknologi lainnya yang sudah berhasil diteliti yakni kentang hasil penelitian Balai Besar Biogen dan padi tahan hama penyakit dan banjir hasil penelitian IPB dan LIPI.

Tapi produk tersebut belum diuji lingkungan, pangan dan pakan sesuai aturan pemerintah, karena peneliti tidak mempunyai anggaran untuk pengujian keamanan pangan, pakan dan lingkungan.

"Jadi agar laju bioteknologi ini makin cepat, pemerintah harusnya menyediakan anggaran agar hasil penelitian itu bisa dilakukan uji kelayakan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement