Senin 07 May 2018 21:32 WIB

BPOM-MIT Jajaki Riset Bioteknologi Jadi Inovasi Kesehatan

Model pengembangan riset bioteknologi Kendall Square relevan dalam konteks Indonesia.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengembangan industri bioteknologi Indonesia kini menjadi fokus utama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Tujuannya adalah menyalurkan obat-obatan lebih cepat ke masyarakat berdasarkan hasil riset di dalam negeri.

Kepala BPOM-RI Penny Kusumastuti Lukito mengunjungi Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Cambridge, Amerika Serikat (AS), beberapa waktu lalu untuk menggelar pertemuan dengan Prof. Harvey Lodish, pakar riset bioteknologi. Harvey Lodish berhasil mengubah riset di bidang bioteknologi menjadi inovasi kesehatan yang dapat diakses masyarakat luas.

Penny menjelaskan di AS, pusat pengembangan riset dan industri bioteknologi dipusatkan di kawasan Kendall Square, bersebelahan langsung dengan MIT. Menurutnya, model ini sangat relevan untuk ditindaklanjuti BPOM dalam konteks Indonesia guna mendukung implementasi Inpres No.6 tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.

“Kami yakin kolaborasi yang baik dengan berbagai pihak akan berkontribusi positif dalam peningkatan aspek mutu dan khasiat obat serta daya saing industri farmasi di pasar global. Dalam jangka pendek, sekitar dua sampai lima tahun, fokus kolaborasi BPOM relevan untuk industri farmasi berbasis bioteknologi yang telah berkembang di Indonesia,” ujarnya dalam keterangan pers, di Jakarta, pekan ini.  

Penny mengakui, dampak langsung dalam sektor ekonomi bukan terkait dengan penyerapan lapangan kerja karena bioteknologi tahap awal tidak padat karya. Tapi dalam penghematan devisa dengan mengurangi konten impor untuk bahan baku obat, bioteknologi bisa bermanfaat. Penerapan metode ‘enrichment’ berbasis bioteknologi untuk bahan baku obat diperkirakan dapat mengurangi impor bahan baku kurun lima tahun mendatang.

Dia mengatakan, bila AS perlu 20 tahun, sejak 1980 sampai 2000, untuk mengembangkan industri biofarmasi yang kuat berbasis riset, maka infrastruktur yang mirip di Indonesia perlu segera disiapkan. BPOM dapat berperan bersama-sama Kemenristekdikti, lembaga-lembaga penelitian, Kementerian Kesehatan, Bappenas, industri, sehingga perencanaan riset dan industrialisasi saling terintegrasi, terencana, dan terukur dengan baik.  

“Menyadari tantangan yang begitu kompleks, dan untuk melaksanakan kerangka kerja industri farmasi berbasis bioteknologi yang efektif, penting untuk dapat memiliki gambaran menyeluruh tentang semua faktor, sehingga kita dapat membuat daftar kebutuhan untuk membuat langkah-langkah perencanaan yang tepat,” paparnya. Menurut Harvey, seperti disampaikan Penny, kunci sukses mandiri dalam bidang teknologi adalah perlunya integrasi antara pusat riset, universitas, pelaku bisnis, dan pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement