Kamis 14 Apr 2016 19:30 WIB

Bocah Luar Batang: Tak Ada Hebatnya Tinggal di Istana Negara

Rep: C18/ Red: Ilham
Foto aerial suasana penggusuran kawasan permukiman Pasar Ikan Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara, Jakarta, Senin (11/4). (Antara/Andika Wahyu)
Foto:
Istana Negara

Di tengah aktivitasnya mengumpulkan besi, Sandi bermimpi untuk menjadi seorang pelukis profesional. Menggambar sudah ditekuni anak sembilan tahun ini semenjak bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Ikhlas yang terletak dekat dengan masjid Penjaringan.

Seorang pelukis, di mata Sandi, adalah cita-cita ideal. Terlebih bisa menghasilkan banyak uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dibandingkan presiden atau dokter, Sandi berkeras tetap menjadi seorang pelukis.

Bahkan, dia menolak untuk tinggal di Istana Negara melalui cita-cita sebagai presiden. Baginya, rumah pribadi menjadi tempat tinggal paling nyaman untuk dihuni.

"Enak jadi pelukis, hasilnya bisa dijual mahal. Uangnya bisa bangun kontrakan dan bangun rumah," kata Sandi yang terlihat kotor seusai berjibaku dengan debu reruntuhan Kampung Akuarium untuk mengumpulkan besi.

Sependapat dengan Sandi, Firman juga ingin menjadi seorang pelukis. Tergiur dengan ajakan Sandi, Firman tidak ingin melihat orang tuanya bekerja jauh ke Sulawesi menjadi anak buah kapal (ABK).

Sandi, Firman dan Heri merupakan sahabat yang biasa memburu besi reruntuhan. Kegiatan itu bisa mereka lakukan hingga jam 10 malam.

Sementara, siswi kelas VI SD, Bila berlarian menuju keramaian di tengah reruntuhan. Kebetulan, saat itu ada aktivitas menggambar dan membaca cerita yang digelar salah satu aktivis sosial.

Bila merupakan warga yang tinggal dekat dengan jembatan yang menghubungkan kawasan Kampung Akuarium dan Luar Batang. Bila masih ingat warna cat rumah tempat ia dan keluarganya tinggali selama ini.

"Itu rumah saya dekat dengan jembatan yang temboknya warna kuning," kata Bila sambil menunjuk bongkahan dinding di atas tanah. Tembok itu menjadi saksi keganasan alat berat Pemprov DKI.

Bila merupakan siswi yang akan mengikuti ujian nasional (UN) tingkat SD. Dia terpaksa masih bertahan di kawasan Luar Batang demi mengikuti UN. Dia bersama keluarga berencana pindah ke kawasan lain selepas UN dilaksanakan.

"Masih nunggu ujian selesai baru pindah. Hari ini baru selesai try out, ujian baru bulan Mei," katanya.

Kampung Luar Batang banyak memberikan mimpi dan harapan bagi Sandi, Firman, Heri, dan Bila. Mereka tahu, penggusuran itu hanya akan memperkuat tekadnya. Mereka mengaku tidak akan menyerah mengejar mimpi meski tempat tinggalnya kini sudah tak bisa berdiri kembali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement