Rabu 13 Apr 2016 16:54 WIB

Di Sleman, Peserta BPJS Kesehatan Menunggak Miliaran Rupiah

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Achmad Syalaby
Petugas sedang melakukan pendataan pada pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Senin (14/3).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Petugas sedang melakukan pendataan pada pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Senin (14/3).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Banyaknya peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Sleman tidak serta merta memberikan dampak baik bagi negara. Saat ini, tunggakan peserta BPJS untuk Kantor Cabang Sleman cukup tinggi yakni Rp 2,8 miliar pada akhir Maret lalu.

Kepala Kantor Cabang BPJS Kesehatan Sleman dan Kulonprogo, Janoe Tegoeh Prasetijo menjelaskan, tunggakan terbesar didominasi oleh peserta bukan penerima upah atau non formal. Sementara peserta dari segmen nonformal sebanyak  87.697 orang, 78.776 dari Sleman, dan 8.921 dari Kulonprogo.

Dari angka tersebut, sekitar 31,35 persen peserta menunggak iuran bulanan. “Ya ada sekitar 15 ribu peserta menunggak iuran di atas enam bulan,” tutur Janoe, Rabu (13/4). Adapun tunggakan untuk segmen peserta non formal yang tercatat hingga Maret 2016, lebih dari Rp 2,26 miliar.

Selain itu, tunggakan iuran terbesar kedua berasal dari segmen badan usaha (BU). Baik swasta, BUMN, maupun BUMD. Bahkan total tunggakan yang belum dibayar hingga akhir Maret mencapai Rp 559 juta. 

Menurut Janoe, badan usaha yang menunggak di Sleman berasal dari 366 BU. Sementara di Kulonprogo tunggakan iuran berasal dari 21 BU. "Untuk wilayah Sleman dan Kulonprogo, terdapat 1.216 BU yang telah registrasi. Dari jumlah tersebut 139 BU belum mendaftarkan karyawannya ke kami," paparnya.

Ia menjelaskan ada banyak faktor yang menyebabkan peserta menunggak. Di antaranya karena pemahaman peserta terhadap kewajibannya kurang. Biasanya, hal tersebut terjadi karena masyarakat mendaftar BPJS melalui calo. Akibatnya, informasi terkait kewajiban iuran tidak sampai kepada mereka. 

Sementara itu, Kepala Unit Umum dan Keuangan BPJS Sleman, Nugraheni Syarifah Ediastuti mengemukakan, tunggakan akan terus terjadi sepanjang masyarakat tidak memahami sifat jaminan kesehatan. Antara lain gotong-royong, bukan pembayaran dari pemerintah. 

Ia juga menilai, tunggakan yang besar itu muncul karena aturan awal yang terlalu longgar. Di mana peserta yang mendaftar langsung mendapatkan layanan BPJS. Setelah itu mereka tidak membayar lagi iuran. 

Untuk saat ini, ada jeda pemberian layanan bagi peserta setelah dua pekan mendaftar. "Faktor lainnya karena pendaftaran online. Sebab peserta tidak bisa diverifikasi dengan baik. Saat kami lakukan penagihan, alamatnya malah tidak ada, surat penagihan juga kembali," kata Nunuk.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement