REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur NTB, TGH Muhammad Zainul Majdi mendorong DPR segera mensahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Pertembakauan. Pasalnya, RUU Pertembakauan akan memayungi secara hukum keberadaan petani tembakau dari ancaman intervensi asing.
Selain itu, menurut dia, impor tembakau jelas menjadi ancaman petani tembakau. Hal ini ditandai dengan hampir semua pabrikan mengurangi pembelian di saat produksi rokok naik.
“Kita tidak setuju regulasi apapun yang cenderung mematikan para petani tembakau di daerah, maka keberadaan RUU Pertembakauan akan melindungi keberadaan petani kita. Ini masalah keberpihakan,” kata Zainul di Jakarta, Selasa (12/4).
Zainul menuturkan, NTB adalah salah satu propinsi penghasil tembakau terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik NTB, terdapat delapan wilayah pengembangan komoditi tembakau.
Wilayah tersebut meliputi; Kabupaten Bima, lahan yang sudah digunakan 78 Ha, Kabupaten Dompu, lahan yang sudah digunakan 470 Ha, Kabupaten Lombok Barat, lahan yang sudah digunakan 297 Ha, Kabupaten Lombok Tengah, lahan yang sudah digunakan 10.995 Ha, Kabupaten Lombok Timur, lahan yang sudah digunakan 16.319 Ha, Kabupaten Lombok Utara, lahan yang sudah digunakan 105 Ha, Kabupaten Sumbawa, lahan yang sudah digunakan 106 Ha, dan Kabupaten Sumbawa Barat, lahan yang sudah digunakan 17 Ha.
Sementara, lanjut Zainul, data produksi tembakau setiap tahun mengalami peningkatan. Produksi tahun 2010 sebesar 114 ton, tahun 2011 sebesar 182 ton, dan tahun 2013 sebesar 1.562 ton.
Atas dasar itulah, tidak ada alasan bagi pemerintah NTB untuk berupaya menjaga industri tembakau yang dimiliki masyarakat. Sebab, dilihat dari sisi aspek ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, tembakau memiliki peran.
Mengenai perkembangan RUU Pertembakauan yang menuai polemik dari gerakan anti tembakau, di mana mereka mendesak DPR mencabut RUU Pertembakauan untuk dibahas, Zainul meminta aktor intelektual gerakan
anti tembakau agar arif bijak meresponnya.
Mereka, sambung Zainul, harus menempatkan segala sesuatunya secara komprehensif. Jangan karena ada titipan intervensi asing, lantas mereka berusaha untuk mematikan hak hidup petani tembakau.
“Pada titik inilah, kita berharap RUU Pertembakauan yang sedang dibahas di DPR kelak jangan sampai nanti menyulitkan petani tembakau di Indonesia. Minimal Presiden Jokowi membuat kebijakan yang melindungi kedaulatan petani tembakau,” pungkasnya.
Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Pertembakauan yang saat ini sudah masuk di Proreglas. Ketua APTI Wisnu Brata mengemukakan perlu regulasi untuk perlindungan petani tembakau agar petani bisa terlindungi sekaligus juga menjadi mandiri di dalam negeri karena tidak bergantung tembakau impor.
"Dalam Pasal 20 RUU Pertembakauan jelas, ada definisi mengenai rokok kretek, dimana bahan baku lokal lebih besar dari impor, dengan perbandingan 80 persen lokal 20 persen impor. Kemudian di Pasal 30 ada disparitas cukai untuk kretek, jadi ini bentuk perlindungan ke petani," tegas Wisnu saat berbincang dengan wartawan, Selasa (12/4).
Kejelasan regulasi menjadi penting karena dikhawatirkan industri tembakau ke depan hanya akan jadi sejarah saja akibat tidak ada proteksi dari pemerintah. Jangan sampai, kata Wisnu, komoditas tembakau seperti komoditas lain, seperti bawang putih, yang sekarang impornya sangat tinggi melebihi produksi dalam negeri dan petani tidak mau bertanam karena tidak menguntungkan.
"RUU Pertembakuan ini pro petani, kami sendiri tidak anti impor, asalkan jelas dilaporkan," ucap dia.