REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan sikap Suratmi tidak membuka uang pemberian tersebut dapat menjadi pelajaran moral berharga dalam pengungkapan kematian suaminya, Siyono.
"Karena ada kebenaran yang dicari, uang itu ditolak dan diserahkan ke PP Muhammadiyah," kata Haris.
Haris Azhar mengatakan pemaparan hasil autopsi jenazah Siyono membawa pesan penting bahwa memberantas terorisme harus profesional dan bermartabat.
"Kenapa terorisme masih ada, karena penegakan hukumnya amburadul. Komnas HAM melakukan suatu tindakan forensik dan profesional yang mudah-mudahan bisa jadi cermin, bahwa setelah ini harus ada evaluasi," kata Haris.
Menurut dia, hasil autopsi dapat digunakan oleh Komnas HAM dan ormas-ormas lain untuk menuntut agar kebenaran diungkap dan segala akibat buruk harus ada kompensasinya.
Sebelumnya PP Muhammadiyah, tim dokter forensik dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia cabang Jawa Tengah dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Senin, memaparkan hasil autopsi jasad terduga teroris Siyono.
Terdapat empat poin yang diperoleh dari hasil autopsi. Pertama, tidak benar bahwa telah dilakukan autopsi sebelumnya terhadap jenazah Siyono. Kedua, tidak benar ada indikasi kematian oleh pendarahan yang hebat di kepala. Ketiga, penyebab kematian Siyono karena patah tulang dada yang mengenai jantung.