Sabtu 09 Apr 2016 16:53 WIB

Reklamasi Teluk Jakarta Mengancam Kehidupan 17 Ribu Nelayan di Teluk Jakarta

Rep: C21/ Red: Muhammad Subarkah
Pembangunan reklamasi di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, Selasa (5/4).
Foto: Yasin Habibi/ Republika
Pembangunan reklamasi di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, Selasa (5/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan sosial dapat dipengaruhi oleh lingkungannya. Seperti perubahan karena dampak reklamasi di Teluk Jakarta terhadap nasib nelayan di sana.

Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Ricardi S Adnan mengatakan perubahan lingkungan dapat merubah sikap, pola perilaku, kebiasaan dan kebiasaan yang terkait dengan hal teknis.

"Kebijakan tentang isu reklamasi sudah terjadi sejak tahun 2010, setelah itu baru dibangun dan menjadi masalah. Kemudian baru sadar bahwa ancaman terhadap nelayan tersebut begitu besar," katanya, Sabtu (9/4).

Ricardi menuturkan reklamasi sebelum dilakukan harus dipikirkan secara matang. Tak hanya  soal infrastruktur namun dampak lingkungan dan sosialnya harus diperhatikan sangat serius. Dan terkaitsoal reklamasi pantai sebenarnya  pengaruh reklamasi tidak terlalu besar terhadap nelayan, kalau hal ini disosialisasikan dan diantisipasi jauh-jauh hari.

"Nah yang jadi masalah tidak terpikirkan secara utuh, kepentingan dari pemprov DKI  Jakarta hanya sekedar memperluas area dan menambah income-nya saja," terang dia.

Sementara, undang-undang gangguan keamanan lingkungan, menurut Ricardi malah dilupakan oleh  Pemprov DKI Jakarta. Padahal sebelum mereklamasi mereka harus meminta izin kepada stakeholder seperti komunitas nelayan yang ada di sekitar wilayah itu. Namun pada sisi yang lain, dari segi undang-undangnya juga banyak kelemahan karena tidak mengatur masalah reklamasi sampai detail.

"Tetapi mestinya Pemprov dengan banyak orang pintar termasuk anggota dewannya sendiri sudah mengantisipasi dan memikirkan hal ini," tutur dia.

Mengenai nasib nelayan. Ricardi menegaskan agar masalah  sosial masyarakat ini juga diperhatikan karena reklmasi itu akan menghilangkan wilayah tangkapan ikan. "Seharusnya para nelayan diberdayakan dulu, diubah perilaku dan sikapnya untuk menjadi nelayan besar seperti luar negeri. Bila ini dilakukan terlebih dahulu maka situasinya itu akan berbeda," tutur dia.

Data dari DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Martin Hadiwinata mengatakan di wilayah Teluk Jakarta itu ada sekitar 17.000 nelayan penangkap ikan. Besaran angka tersebut dapat bertambah karena proses penangkapan ikan ada tiga tahap, pra-penangkapan ikan, saat penangkapan ikan, dan pasca-penangkapan ikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement