Sabtu 09 Apr 2016 11:30 WIB

Pengamat: Jika Umar Patek Bisa Bantu Bebaskan WNI, Kenapa Tidak?

Rep: c21/ Red: Bilal Ramadhan
Umar Patek
Foto: AP
Umar Patek

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Terorisme dari Certified International Investment Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya berkomentar terkait dengan adanya narapidana terorisme di Indonesia yang ingin membantu pembebasan Warga Negara Indonesia (WNI) di tangan kelompok Abu Sayyaf.

"Membuka kemungkinan untuk membuka peluang-peluang yang lain. Misalkan orang-orang yang bisa terkoneksi dengan pihak penyandera, misalkan kalau ada narapidana terorisme yang dapat terkoneksi mengapa tidak," kata dia, Sabtu (9/4).

Namun Harist menerangkan soal teknisnya negara lebih mengerti agar tidak menjadi perdebatan. Tentu saja perdebatan tersebut terkait boleh atau tidaknya seorang narapidana untuk bernegosiasi dengan kelompok penyandera.

Selain itu, Harist menuturkan jika opsi militer Indonesia itu sudah tidak bisa lagi digunakan. Maka pemerintah Indonesia melalui saluran diplomasinya harusnya mendorong pemerintah Filipina untuk bisa maksimal membantu pembebasan sandera.

Untuk itu, tentunya pemerintah Filipana memiliki strategi dan soal teknis punya hitungan sendiri. Di luar semuanya faktor cultural dapat digunakan untuk mendekati penyandera agar dapat bernegosiasi.

"Jadi intinya negara memang harus hadir untuk menyelamatkan warga negaranya dengan cara yang memungkinkan, wasilah-wasilah yang memungkinkan semuanya harus diberdayakan," terang dia.

Untuk opsi penebusan uang dia sepakat menjadi jalan terakhir. Namun jika prioriasnya untuk keselamatan para sandera dapat digunakan. Menurut analisa Harist, karena motif penyanderaan dilakukan sebab faktor ekonomi. Maka sangat memungkinkan mereka mengulur waktu hingga uang yang diinginkan didapatkan.

Sebelumnya, salah satu pelaku bom Bali, Umar Patek yang pernah melatih pejuang Abu Sayyaf dan MILF atau Front Pembebasan Islam Moro untuk melakukan pemberontakan. Namun untuk membebaskan sepuluh orang yang disandera, Patek meminta syarat pengurangan hukuman penjara dari 20 tahun menjadi 10 tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement