Kamis 07 Apr 2016 06:28 WIB

Presiden Harus Jadi Komando Pemberantasan Radikalisme

Jokowi
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Jokowi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar radikalisme dan Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Prof Masdar Hilmy SAg MA PhD menyatakan Presiden harus menjadi komando pemberantasan radikalisme, karena radikalisme semakin meningkat.

"Persoalan radikalisme yang semakin tahun semakin meningkat itu mendorong perlunya Presiden menjadikan Densus 88 dan BNPT menjadi lembaga yang langsung dinaunginya," katanya saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Sosiologi di Gedung Gelanggang Mahasiswa UINSA Surabaya, Rabu.

Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UINSA itu menjelaskan pemberantasan radikalisme itu bukan dilakukan secara anarki, namun dengan pendekatan secara terstruktural melalui bidang ekonomi, budaya dan politik.

"Fokus penelitian tentang radikalisme ini menggunakan teori modus produktif dengan pendekatan pada bidang politik, budaya dan ekonomi karena bidang inilah yang dekat dengan masyarakat," katanya.

Masdar menyatakan penelitian ini berawal karena kegelisahannya terhadap penyebaran radikalisme yang semakin pesat di Indonesia, bahkan di Jakarta dan Bandung mencapai angka 7 persen setiap tahun.

Selain itu, gerakan radikalisme lebih sering menyerang mahasiswa di universitas umum dengan jurusan eksakta, seperti Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi (MIPA).

"Mahasiswa Eksakta di universitas umum lebih mengandalkan ilmu logika dalam setiap memutuskan segala hal, kalau di UIN yang sudah sering diberi wawasan tentang madzab dalam Islam maka akan lebih bisa mengambil keputusan tentang tawaran bergabung gerakan radikalisme," katanya.

Guru besar ke-50 UINSA itu mencontohkan gerakan radikalisme yang dilakukan kelompok bawah tanah memberikan pesan bahwa kelompok bawah tanah jarang tersentuh oleh kebijakan pemerintah.

Hal inilah yang menjadi pemicu radikalisme, tidak adanya persamaan persepsi antara kebijakan dengan kelompok atau golongan, adanya dorongan rasa ingin tahu tanpa diimbangi perhatian dari orang tua untuk mahasiswa.

"Gerakan radikalisme yang lebih sering ditujukan pada mahasiswa karena masa itulah sering terjadi pemberontakan dalam diri untuk memenuhi kebutuhan dan tidak stabilnya emosi mahasiswa serta keluarga yang tidak ada perhatian dan lingkungan yang tidak Islami," jelasnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement