Selasa 05 Apr 2016 17:38 WIB

Tim Forensik Muhammadiyah: Siyono tak Pernah Diautopsi

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Angga Indrawan
Pengangkatan jenazah Siyono
Foto: dok. Istimewa
Pengangkatan jenazah Siyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri mengakui telah melaksanakan autopsi dan hasilnya menunjukkan terduga teroriso Siyono meninggal karena luka akibat benturan di kepala. Luka itu timbul karena Siyono melakukan perlawanan terhadap anggota Densus 88 saat didalam mobil.

Polri juga mengklaim sudah melaksanakan penanganan Siyono sesuai prosefur hukum, tidak Ada yang ditutup-tutupi. Polri sudah menjelaskan semua. Masyarakat, saat itu juga diminta jangan sampai membuat-buat opini.

Menanggapi hal itu, Ketum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, menurut 9 dokter Tim Forensik Muhammadiyah dan satu dokter Forensik yang  diutus Polda, kondisi jenazah menunjukkan Siyono belum pernah dilakukan autopsi sama sekali.

Jadi, fakta ilmiah autopsi menunjukkan tidak ada tanda-tanda jenazah pernah dilakukan autopsi. Ini seperti yang dijelaskan Dokter Gatot, Ketua Tim Forensik yang  juga didampingi dokter forensik dari Polda pada saat konferensi pers di depan Rumah Ibu Suratmi, sang istri, setelah proses autopsi selesai.

"Kami tidak paham autopsi macam apa yang dilakukan polisi versi Brigjen Agus yang menyatakan bahwa kematian Siyono disebabkan karena benturan di kepala. Padahal, 9 Tim Forensik Muhammadiyah ditambah 1 orang Dokter dari Polri, menemukan patah tulang di beberapa bagian tubuh seperti dada dan bagian lain yang diakibatkan benda tumpul," kata Dahnil.

Namun karena tingginya etika dan profesionalitas ketika ditanya wartawan apakah itu penyebab kematian Siyono, Dokter Gatot menyatakan belum menyimpulkan karena masih menunggu uji mikroskopis atau uji lab. Nanti akan disampaikan setelah uji lab.

Terkait ada luka diperoleh Siyono karena  melakukan perlawanan, dokter forensik Muhammadiyah telah menemukan faktanya. Namun akan disampaikan secara lengkap setelah uji laboratorium.

Dengan membuat opini seperti di atas, terlihat Brigjen Agus atas nama kepolisian yang beropini tidak didasari pemahaman hukum yang baik, merujuk kepada keterangan Siane Indriani, Anggota Komnas HAM ketika berdebat dengan Kapolres di lokasi TKP.

Komnas HAM meminta Muhammadiyah Untuk membantu mengungkap fakta ini dan punya hak penyelidikan dalam UU 39/99 pasal 89 ayat 3 Untuk melaksanakan fungsi Komnas Ham dalam pemantauan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 Komnas Ham bertugas dan berwenang melakukan butir (b) penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia.

Apa yang dilakukan Muhammadiyah melalui outopsi atas permintaan Komnas HAM bukan opini. Namun berusaha menemukan fakta melalui usaha ilmiah, justru Polri yang berusaha membangun opini tanpa dasar pijakan ilmiah seperti bisa menyebut kematian Siyono akibat benturan di kepala.

Padahal, terang Dahnil, fakta ilmiah menunjukkan tidak pernah ada autopsi sebelumnya seperti yang disampaikan Dokter Gatot yang tidak dibantah oleh dokter forensik dari Polri sendiri.

"Mari kita bantu Polisi menjadi lebih profesional dan menghargai hukum dan melindungi hak hidup warga negaranya siapa pun mereka," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement