REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penangkapan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada pekan lalu mendapat reaksi positif dari kalangan masyarakat nelayan Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara.
Mereka memandang kasus yang melilit politikus Partai Gerindra itu bisa menjadi momentum tepat untuk menghentikan proyek reklamasi Teluk Jakarta yang dinilai memberi dampak buruk bagi kelangsungan hidup para nelayan.
Salah seorang warga RW 11 Muara Angke, Yudianto (43 tahun), merasa bersyukur dengan adanya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Sanusi. "Kami jadi bisa membedakan, mana pejabat pemerintahan yang benar-benar tulus membela rakyat kecil seperti kami dan mana yang tidak," ujar Yudianto kepada Republika.co.id, Selasa (5/4).
Ia menuturkan, pada Januari lalu, komunitas nelayan Muara Angke pernah mendatangi gedung DPRD DKI Jakarta di Jl Kebon Sirih Jakarta Pusat. Tujuan mereka menyambangi kantor wakil rakyat tersebut pada waktu itu adalah untuk mengadukan nasib para nelayan yang kian terancam akibat proyek reklamasi Teluk Jakarta. Tidak hanya itu, mereka juga memprotes rencana Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang ingin merelokasi warga Muara Angke ke Kepulauan Seribu.
"Ketika kami minta tanggapan dari salah satu pimpinan DPRD DKI, M Taufik, jawaban yang diberikannya (soal relokasi warga Muara Angke ke Kepulauan Seribu) tidak memuaskan dan terkesan mengambang," ucap Yudianto.
Belakangan, setelah adanya penangkapan Sanusi--yang juga merupakan adik kandung Taufik--oleh KPK, ia menjadi yakin bahwa kedua politisi Partai Gerindra itu tidak bisa diharapkan menjadi tempat mengadu bagi masyarakat Muara Angke. "Ke depan, kami ingin KPK juga menangkap pelaku-pelaku lain yang terlibat dalam kasus korupsi proyek reklamasi ini," tutur Yudianto.
Baca juga, Sanusi Ditangkap KPK, Gerindra: KPK Jangan Tebang Pilih.
KPK pada Kamis (31/3) lalu menangkap M Sanusi terkait kasus suap pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) yang berhubungan dengan proyek reklamasi wilayah pesisir Jakarta Utara oleh Pemprov DKI Jakarta. KPK juga menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja, sebagai tersangka pemberi suap dalam kasus ini.