REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dinilai menggunakan tolak ukur berbeda dalam memandang kadernya Fahri Hamzah. PKS cenderung menggunakan tolak ukur politik sehingga berujung pada pemecatan Fahri.
"Secara normatif, ketatanegaraan, atau pidana, tidak ada masalah dengan Fahri," ujar pengamat politik dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Teguh Yuwono kepada Republika.co.id, baru-baru ini.
Menurut dia, ukuran yang didesain PKS-lah yang memunculkan suatu penilaian tersendiri terhadap Fahri. PKS harus mengantisipasi agar pemecatan tersebut tidak berdampak pada pilihan politik ke depannya.
"Harus hati-hati, kalau tidak maka bisa menimbulkan persoalan dan berpotensi akan menganggu kepercayaan politik," kata Teguh.
Jangan-jangan, kata dia, proses ini dilakukan PKS karena Fahri merupakan orang kreatif. Alhasil PKS pun memanggil kembali (recall) Fahri. Upaya recall biasanya dilakukan apabila ada kader yang pemikirannya tidak sama dengan partai. "Kalau orang di-recall dari garis partai, apa bedanya dengan orde baru," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, PKS memecat Fahri. Melalui pernyataan resmi di laman resminya, PKS mengungkapkan 31 poin kronologis hingga Fahri akhirnya dijatuhi sanksi pemecatan dari keanggotaannya di partai dakwah ini oleh Majelis Tahkim (setingkat Mahkamah Partai).
Dari ke 31 poin kronologis tersebut diungkapkan awal kesalahan yang dilakukan Fahri adalah tidak mengindahkan arahan pimpinan PKS periode 2015 hingga 2020, yang berusaha memperbaiki wajah PKS di mata publik.