REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tiga orang yang akan melakukan tindak pidana suap di sebuah hotel di wilayah Cawang, Jakarta Timur, Kamis (31/3). Tiga orang yang ditangkap adalah Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya berinisial SWA, Senior Manager PT BA berinisial DPA, dan pihak swasta yang menjadi perantara berinisial MRD.
Ketua KPK Agus Raharjo mengatakan, KPK menyita sejumlah uang pecahan dolar AS dalam OTT itu. Ketiga orang itu ditetapkan sebagai tersangka penyuapan.
"Dengan penuh rasa keprihatinan, kami terpaksa mengumumkan hal-hal yang masih banyak terjadi di negara kita. Dari hasil operasi itu kami mengamankan uang sejumlah USD 148.835 dalam berbagai pecahan," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo.
Pengamat hukum Andri W Kusuma menganggap aneh dan janggal OTT yang dilakukan KPK kali ini. "KPK terlihat 'gagap' dalam penegakan hukum tersebut, karena penangkapan itu tidak memenuhi delik suap. KPK hanya menangkap penyuapnya, tapi tidak ada orang yang disuap," kata Andri di Jakarta, Senin (4/4).
Menurut Andri, seharusnya KPK justru harus terlebih dahulu menetapkan pihak yang diduga menerima suap. Sebagaimana yang dilakukan KPK selama ini, kata dia, orang yang disuap ditangkap dahulu, sehingga dapat membuka kotak pandora kasus tersebut.
"Delik penyuapan itu harus ada yang disuap dan ada yang menyuap, ini tidak terpenuhi bila KPK tidak segera menetapkan pihak yang disuap. Kalau ini terjadi tiga orang itu bisa saja lepas," kata Andri.
Selain itu, Andri mengingatkan agar KPK berhati-hati dan tidak terjebak ke dalam ruang negosiasi dengan Kejaksaan. "KPK jangan mau diseret ke lorong gelap, Kalau jelas sudah ada data dan bukti suap, segera tetapkan jadi tersangka si orang yang disuap," ujarnya.