REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemecatan Fahri Hamzah dari keanggotaan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memunculkan spekulasi.
Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, menegaskan rasanya masih terlalu dini untuk menyebut pemecatan Fachri ini sebagai strategi PKS untuk merapat kepada pemerintah.
"Kalau Fachri sekedar dilihat keras mengkritik dan tidak setuju PKS merapat ke pemerintah, pertanyaannya kenapa dia harus sampai dipecat dari keanggotaan partai," kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (3/4).
Walaupun beberapa partai di Koalisi Merah Putih (KMP) memang sudah memutuskan menjadi partai pendukung pemerintah, menurut Gun Gun, spekulasi pemecatan Fachri untuk merapat ke pemerintah terlalu riskan bagi PKS. ''Belum tentu pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo lantas mengakomodir PKS ke pemerintahan.''
Gun Gun melihat kenyataan yang ada sesungguhnya dalam permasalahan yang dialami Fachri ini sepertinya tidak sesederhana itu. Menurut dia, pasti ada masalah lain yang publik tidak tahu faktor kesalahannya apa dan yang mengetahui tentu pimpinan PKS sendiri.
''Ini bukan suka atau tidak suka terhadap keputusan Presiden PKS Muhammad Shohibul Iman bila memang akan merapat ke pemerintah,'' katanya.
Kalau pun pada akhirnya Presiden PKS beranggapan merapat ke pemerintah itu jauh lebih bagus, Gun gun mengatakan seharusnya dilakukan dengan cara yang lebih persuasif. Alasannya agar tetap menjaga simpati dan tidak menimbulkan konflik serta friksi yang semakin tajam di internal PKS.
Sebelumnya Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah dikabarkan dipecat dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kabar itu muncul setelah beredarnya sebuah surat berisi pemecatan Fahri beredar di kalangan wartawan.
Dijelaskan di akhir surat tersebut Majelis Tahkim menerima rekomendasi BPDO (Badan Penegak Disiplin Organisasi PKS, yaitu pemberhentian Saudara Fahri Hamzah dari semua jenjang keanggotaan Partai Keadilan Sejahtera.