REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pada Informatika dan Teknologi terdapat klasifikasi level dalam menentukan keamanan sesuatu termasuk dalam pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).
Oleh karena itu, kecurangan dan kebocoran pada UNBK sangat ditentukan seberapa level keamanan yang dimiliki penyelenggaranya.
"Kalau dilihat dari Kementerian Pendidika dan Kebudayaan, itu servernya dari pusat mengirim ke lokal," ujar Pakar Teknologi dan Informasi (TI) dari Institut Masyarakat Telekomunikasi (Mastel), Nonot Harsono kepada Republika, (3/4).
Hal ini kemungkinan besar cara Kemendikbud menghindari jaringan yang tidak bisa diandalkan. Dengan kata lain server pusat lebih diandalkan keamannnya.
Menurut Nonot, level keamanan yang dipakai Kemendikbud cukup baik. Hal ini bisa menurunkan tingkat kebocoran sedikit lebih baik dibandingkan menyimpan sepenuhnya di server lokal.
Meski sudah dianggap cukup baik, Nonot berpendapat, lamanya waktu pentransferan data dari pusat ke lokal harus menjadi pertimbangan.
Masalahnya, pengambilan data oleh hacker memiliki kemungkinan besar terjadi di area tersebut. Semakin panjang tenggang waktu antara pentransferan ke hari pelaksanaan UNBK, maka ini memiliki kesempatan lebih besar untuk diretas oleh hacker.
"Harus dipertimbangkan berapa lama ditransfernya data dari Jakarta ke daerah. Kalau waktunya satu hari sebelum pelaksanaan, ya itu berarti peretas punya waktu semalam untuk ambil data. Kalau beberapa jam sebelum pelaksanaan, si peretas jelas tidak punya waktu banyak," kata Nonot.
Selain itu, Nonot juga menerangkan, lamanya data ‘ngendon’ di suatu server juga harus diperhatikan. Kalau ditempatkannya lebih lama di lokal, maka kemungkinan hacking bisa terjadi di wilayah ini.
"Begitu juga sebaliknya saat berada di pusat," jelas Nonot.