Jumat 01 Apr 2016 15:44 WIB

ICW: Dari Mana Sumber Uang Dua Gepok Polisi untuk Suratmi?

Rep: Qommaria Rostanti/ Red: Achmad Syalaby
 Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang diwakili oleh Donal Fariz menyerahkan petisi penolakan revisi UU KPK kepada Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (9/2).  (Republika/Wihdan)
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang diwakili oleh Donal Fariz menyerahkan petisi penolakan revisi UU KPK kepada Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (9/2). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Corruption Watch (ICW) mempertanyakan asal muasal uang duka yang diberikan Polri kepada keluarga terduga teroris Siyono. Di saat bersamaan, ada korban salah tembak di Payakumbuh, Sumatra Barat yang meminta ganti rugi pada kepolisian tapi hingga kini belum dibayarkan. 

"Padahal banyak yang minta ganti rugi tapi tidak dikasih, tapi kok malah ada uang dua gepok untuk terduga teroris. Uangnya dari mana," ujar Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz saat konferensi pers Mencari Keadilan untuk Suratmi di Jakarta, Jumat (1/4).

ICW pun meminta pemerintah mengaudit keuangan kepolisian, khususnya Densus 88. Selain itu, ICW mendesak DPR membuat panitia khusus (pansus) guna mengusut kematian Siyono. 

Donal mengatakan, DPR jangan hanya mempersoalnya penyadapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harusnya, DPR mengawasi pelaksanaan kinerja kepolisian sesuai undang-undang. 

Dia menilai apa yang dilakukan Densus 88 di luar undang-undang dan arogan. ICW berharap legislatif melakukan kewenangannya. DPR harus segera membentuk pansus dan memanggil Kapolri terkait tindakan bawahannya yang dianggap tidak bertindak sesuai hukum. 

"DPR jangan cumai ramai soal penggeledahan KPK saja. KPK nangkep orang, tidak ada yang mati. Ini ada 121 orang mati karena dianggap teroris. Koreksi dan perbaiki pola penanganan hukum ini," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement