Selasa 29 Mar 2016 17:36 WIB

Autopsi Siyono Jadi Jalan Mencari Keadilan

Rep: Puti Almas/ Red: Achmad Syalaby
Jenazah terduga teroris Siyono saat diangkat dengan kurung batang
Foto: Antara
Jenazah terduga teroris Siyono saat diangkat dengan kurung batang

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kasus kematian Siyono (34 tahun), terduga teroris dari Klaten, Jawa Tengah dalam proses penangkapan yang dilakukan oleh Detasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88) memunculkan tanda tanya besar bagi banyak orang. Tak sedikit dugaan yang mengarah pada ketidaksesuaian prosedur hukum.

Karena itu, beberapa pihak mengusulkan tindakan autopsi terhadap Siyono dilakukan. Dengan demikian, penyebab kematian pria tersebut bisa terungkap sepenuhnya. Sekaligus membuktikan apakah Densus 88 sudah bertindak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku. 

Pengamat terorisme dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mengatakan autopsi menjadi jalan untuk menuntut keadilan atas kematian Siyono. Menurut dia, hal ini juga sekaligus dapat membuat Densus 88 pada akhirnya melakukan evaluasi atas kinerja yang selama ini dinilai belum sepenuhnya tepat melawan terorisme. 

"Autopsi jadi jalan untuk mencari indikasi kebenaran dalam kasus kematian ini. Dari sini juga, sudah seharusnya juga Densus 88 serta lembaga terkait yaitu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diaudit atau dievaluasi secara komprehensif," ujar Harits kepada Republika.co.id, Selasa (29/3). 

Menurut dia, boleh saja pihak Polri merasa optimistis bahwa para personil Densus 88 sudah bertindak secara profesional. Hal ini salah satunya ditunjukkan dengan cara diperbolehkannya tindakan autopsi dilakukan. 

"Boleh saja Polri optimistis tidak bersalah, bahkan memberi kesempatan dilakukan autopsi. Namun, waktu akan membuktikan apakah dalam kasus ini terdapat kedzaliman yang sebenarnya hendak ditutup rapat atau sebaliknya jadi buah simalakam bagi pihak yang bersalah," jelas Harits. 

Harits menuturkan dalam 10 tahun terakhir, kinerja Densus 88 dalam menanggulangi terorisme dinilai masih menyimpan sejumlah persoalan. Ia menilai keberhasilan belum tercapai dengan banyaknya  terduga teroris tewas dalam proses penangkapan, serta sekitar 40 orang menjadi korban salah tangkap pasukan khusus tersebut. 

"Apa itu keberhasilan jika dalam 10 tahun terakhir 120 orang tewas dengan status ekstra judicial killing, 40 orang salah tangkap, dan lebih dari 80 persen yang ditangkap oleh Densus 88 mengalami penyiksaan," kata Harits menambahkan.

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement