REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Bekasi mengimbau warga turut aktif melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) untuk menekan angka demam berdarah dengue (DBD).
Selama Januari-Maret 2016, angka DBD di Kota Bekasi disebut-sebut mencapai 1100 kasus. Warga pun dibuat resah dengan tingginya angka DBD tersebut.
Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Reni Amalia, mengatakan peningkatan kasus DBD tidak hanya terjadi di Kota Bekasi, tapi berskala nasional sehubungan dengan perubahan cuaca.
Tingginya angka DBD ini dapat ditekan apabila ada kerja sama lintas sektoral. Tidak hanya Dinas Kesehatan, tetapi juga seluruh aparatur, perangkat desa, dan warga masyarakat.
"Yang paling penting PSN. Kalau semua melakukan PSN, kasus tidak akan meningkat," kata Reni saat ditemui Republika, Selasa (29/3).
Reni mengatakan, langkah promotif dan preventif sudah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan secara rutin melalui penyuluhan kepada masyarakat, pelatihan kader jumantik, abatisasi, dan pemeriksaan jentik berkala.
Dinas Kesehatan juga sudah membuat program satu rumah satu jumantik, pembentukan tim pokjanal DBD tingkat kelurahan, melaksanakan PSN plus 3 M, penyelidikan epidemiologi ketika ditemukan kasus DBD, fogging fokus, kemudian terakhir pencanangan Gerakan Serentak (Gertak) PSN.
Reni mengimbau masyarakat untuk melakukan PSN secara berkesinambungan. Menurut dia, PSN adalah pemberantasan jentik dan nyamuk Aedes aegepty paling efektif dan efisien. Penghuni rumah bertindak secara mandiri sebagai juru jumantik.
Sebab, apabila hanya mengandalkan Grebek K3 atau kerja bakti, sarang-sarang jentik di dalam rumah kadang terlewatkan.
Reni menambahkan, pelaksanaan PSN dan K3 idealnya dapat dilakukan sepekan sekali oleh puskesmas dan masyarakat.
Ia tidak menyarankan fogging fokus. Menurutnya, fogging fokus harus dilakukan dengan syarat-syarat tertentu sebagai langkah antisipasi terakhir. "Fogging ini hanya membunuh nyamuk dewasa dan bertahan tiga hari," ujar Reni.
Kebanyakan kasus DBD terjadi akibat pelaporan yang terlambat. Ia mengimbau, apabila ada warga masyarakat yang mengalami demam selama tiga hari, segera dibawa ke petugas pelayanan kesehatan.
Terkait hal ini, Dinkes telah mengadakan pertemuan RS se-Kota Bekasi mengenai koordinasi tata laksana pelaporan kasus (KDRS) DBD.
Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Tetty Manurung, sebelumnya mengungkapkan sebanyak 1100 kasus DBD terjadi di Kota Bekasi. Lain dari angka tersebut, Reni menunjukkan, data kasus DBD per Jumat (25/3), berjumlah 1011 kasus dengan 17 pasien meninggal.
Kasus paling tinggi terjadi pada Februari 2016, dengan catatan Januari 201 kasus, Februari 505 kasus, dan Maret 305 kasus. Angka DBD paling tinggi berada di kecamatan Mustikajaya dengan 191 kasus, disusul kecamatan Rawalumbu dan Bantargebang.
Kendati program-program tersebut telah dicanangkan, tidak dipungkiri banyak warga masyarakat yang masih memiliki tingkat partisipasi rendah. Hal itu diungkapkan Kepala UPTD Puskesmas Kaliabang Tengah Kecamatan Bekasi Utara, Badruzaman.
"Susahnya, terutama di perumahan, kadang-kadang kita sudah koordinasi ke RT/RW, mereka merasa rumahnya sudah bersih. Ada perasaan gengsi juga. Ternyata kebanyakan malah di perumahan itu yang terjangkit," tutur Badruzaman.
Kasus lain, kata dia, ada warga yang apatis atau menutup pintu saat lingkungan sekitar melakukan gerakan PSN. Menurut Badruzaman, pelaksanaan gertak PSN ini dilakukan dengan cara kerja bakti (K3), serta melibatkan kerja sama lintas sektoral. Petugas kesehatan memeriksa rumah-rumah dengan sistem sampling.
Badruzaman mengatakan, pihaknya juga sudah melakukan berbagai upaya yang diinstruksikan Pemkot Bekasi, seperti Gertak PSN, kader jumantik, penyuluhan, dan abatisasi. Penyuluhan dilakukan kepada ibu-ibu rumah tangga lewat Posyandu. Lewat penyuluhan ini, berlanjut program satu rumah satu jumantik yang digerakan ibu-ibu.
Hingga Maret, angka DBD yang ditangani UPTD Puskesmas Kaliabang Tengah berjumlah 8 kasus. Luasan wilayah yang dijangkau puskesmas sebanyak 17 RW di Kelurahan Kaliabang.
"Partipasi warga dalam masalah seperti ini tergantung SDM, tapi kita tetap upaya untuk meminimalisir DBD," kata Badruzaman.