Ahad 27 Mar 2016 14:33 WIB

YLKI: BPJS Tetap akan Defisit Meski Naikan Tarif

Rep: Sonia Fitri/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah membatalkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menjelaskan, alasan tuntutan tersebut di antaranya karena kebijakan kontra produktif dan tidak mempunyai empati di saat pertumbuhan ekonomi masih lesu dan menurunnya daya beli masyarakat.

"Lagi pula, berapapun iuran yang diberikan BPJS, finansial BPJS akan tetap defisit, bahkan jebol jika belum ada perbaikan fundamental dari sisi hulu," katanya kepada Republika.co.id, Ahad (27/3).

Terlebih ia melihat di beberapa tempat terjadi penunggakan tagihan oleh konsumen. Hal tersebut disebabkan konsumen kecewa dengan pelayanan BPJS Kesehatan. Bahkan berdasarkan laporan, para peserta BPJS ingin menghentikan keanggotaannya dan kembali ke Jamkesda.

Seperti diketahui, pemerintah menetapkan kenaikan iuran BPJS berdasar Perpres nomor 19 Tahun 2016 yang akan diberlakukan per 01 April 2016. Tujuannya demi menutup defisit operasional yang mencapai lebih dari Rp 7 triliun sejak 2014.

Perbaikan fundamental, lanjutnya, mesti jadi fokus utama BPJS. Ia mengakui konsep BPJS sudah bagus tapi tidak didukung kesiapan infrastruktur. Ini membuat pasien anggota BPJS kerap dirugikan ketika ingin mendapat pelayanan kesehatan.

Sampai detik ia melihat BPJS belum mempunyai standar pelayanan minimal yang jelas, sehingga hampir di semua lini pelayanan BPJS masih sangat mengecewakan masyarakat.

"Masih banyak pasien yang ditolak opname di rumah sakit tanpa alasan yang jelas, sekalipun diterima rumah sakit, tapi service rumah sakit terhadap peserta BPJS sangat timpang dibanding dengan peserta non BPJS," katanya.

Seabreg kekecewaan lainnya seperti obat tertentu yang tidak ditanggung, antrian panjang, hingga pasien menjemput ajal karena belum ada tindakan medis.

Makanya, perbaikan dapat dimulai dengan memperbaiki perilaku hidup sehat masyarakat dengan tindakan preventif promotif serta mengembalikan ketidakpercayaan masyarakat pada pelayanan kesehatan tingkat dasar.

Kalaupun pemerintah ingin menaikkan iuran BPJS, YLKI menuntut agar yang dinaikkan adalah peserta PBI. Sebab merekalah yang menjadi tanggungan negara.

Pemerintah harus menambah besaran iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI), sebagai tanggung jawab konstitusional negara, bahwa kesehatan adalah hak asasi warga negara.

Seharusnya pemerintah justru berterima kasih pada peserta BPJS mandiri, bukan malah mengeskploitasinya dengan menaikkan tarifnya. Pemerintah bisa menggunakan separuh dari dana cukai rokok yang diperolehnya.

"Managemen BPJS dan juga pemerintah jangan beranggapan bahwa setelah ada BPJS tidak serta merta masyarakat tidak mengeluarkan belanja kesehatan, selain BPJS," ujarnya.

Ia menambahkan, justru yang terjadi sebaliknya, masyarakat lebih banyak mengeluarkan budget kesehatan sebagai akibat masih buruknya pelayanan BPJS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement