Sabtu 26 Mar 2016 12:45 WIB

Pengamat: Peraturan Transportasi Online Masuk Aturan Menteri

Rep: C21/ Red: Winda Destiana Putri
Uber Taksi
Foto: Google
Uber Taksi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Transportasi dari Universitas Indonesia (UI) Depok Mohammed Ali Berawi mengatakan, peraturan transportasi daring (online) dapat masuk ke peraturan menteri (permen).

Artinya, kemajuan teknologi servis harus diakomodasi atau diakomodasi ke dalam sebuah peraturan.

"Untuk kemudahan teknologi servis ini, sebuah servis yang perlu diakomodasi oleh sistem peraturan. Bahwa teknis kalimat bagaimana, bahwa filosofi transportasi atau peraturan tersebut mengakui servis ini bisa diterapkan secara legal," kata dia, Sabtu (26/3).

Dia menuturkan, permen adalah peraturan penjabaran dari undang-undang yang sifatnya nasional. Jadi, semua orang dapat meng-acknowledge sistem teknologi servis transportasi berbasis daring di dalam UU.

"Jadi misalkan ingin di-update, memasukkan klausul pelayanan servis transportasi berbasis teknologi, kalau tidak di UU ya permen," kata dia.

Namun, memang di UU, kata Ali, sudah ada peraturan yang menjelaskan penggunaan teknologi informasi. Meskipun yang dimaksud di dalam UU adalah hardware pada kendaraan, yaitu sarana-prasarananya. Sedangkan untuk kasus transportasi daring sekarang, mengacu pada servisnya.

"Jadi, kalau teknologi informasi di jalan, itu mulai bicara dari traffic sampai jalan sudah ada, di UU sudah ada," tutur dia.

Misalkan tidak update, nanti sistem service online berarti dapat dikatakan ilegal. Kata Ali, misalkan ingin lebih cepat dalam masa transisi, sebenarnya permen dapat menjadi pilihan. Sebab, dalam permen, dapat mengatur teknis daring seperti apa.

"Namun, kemudahan-kemudahan yang didapatkan dengan service online itu kalau melihat dari UU, apa isinya tidak masalah jika dimasukkan ke situ. Namun, kalau UU, prosesnya itu masuk ke konsensus para pihak, bukan hanya pemerintah, tapi DPR dan sebagainya. Nah, ranah ini yang dipertimbangkan di sana," kata dia.

Artinya, kesiapan regulasi atau kebutuhan masyarakat menyebabkan Uber, Gojek dan Grab penerimaannya variatif di negara-negara lain, ada yang menerima dan menolak. Ali melihat untuk posisi service online dirinya tidak menolak karena teknologi di Indonesia sudah ke arah sana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement