REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Gandjar Bondan Laksmana Bonaprapta mengatakan, jika benar Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil melakukan penamparan, maka tidak bisa dibenarkan. Sebab, ukuran hukum hanya dilihat dari dua hal penting, yaitu membenarkan perbuatan atau menyalahkan.
"Kita tidak bisa membenarkan perbuatan Ridwan Kamil, karena besok-besok pejabat akan main tempeleng saja," kata dia, Kamis (24/3). (Kasus Ridwan Kamil, Pengamat: Kepala Daerah tak Boleh Main Hakim Sendiri).
Meski begitu, Bonaparta mengatakan, kasus Ridwan Kamil juga harus dilihat dari banyak sisi. Apakah ada unsur kesengajaan atau tidak.
Menurut Bonaparta, hukum pidana sifatnya senjata pamungkas atau terakhir. Misalkan ada upaya lain yang bisa mencapai tujuan tertib hukum, pakai hal tersebut. Konteksnya adalah pelanggaran ringan, namun membesar karena yang melakukan Wali Kota.
"(Tapi) Tidak penting dirinya (Emil) memakai baju apa, tapi mukul tetap mukul, dan kita lihat perbuatannya," katanya.
Dia menekankan, kalau dilihat dari tindakan, memukul orang memang hukum pidana. Namun hukum juga memiliki skala prioritas. Jadi, kata dia, tidak semua unsur pidana yang melanggar undang-undang perlu dimintai pertanggungjawaban pidana.
"Proses tidak perlu langsung dilimpahkan ke pengadilan, kalaupun dilimpahkan ke pengadilan dan dinyatakan bersalah, tidak harus dihukum. Bisa juga hukumnya percobaan," kata dia.
Seperti diketahui, salah seorang sopir angkutan umum Taufik Hidayat (42 tahun) mengadukan kejadian yang menimpanya ke Polda Jawa Barat. Taufik mengadukan pria yang akrab dipanggil Emil itu karena telah menganiaya dirinya saat 'ngetem' di alun-alun kota.