REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah mengatakan masuknya kapal Cina di sekitar pulau Natuna memang pelanggaran perikanan, namun jika dibiarkan dapat mengganggu keamanan.
Untuk nota protes yang dilayangkan Indonesia ke Mahkamah Internasional dinilai sebagai langkah yang tepat.
"Itu jalur pelayaran ekonomi yang luar biasa. Karena itu banyak diperebutkan banyak negara sekaligus, Malaysia, Vietnam, Philipina dan Brunai, ditambah Cina dan Taiwan sendiri," kata dia, Kamis (24/3).
Rezasyah menuturkan Laut Cina Selatan adalah jalur ekonomi, pedagangan dan transportasi energi. Namun untuk data keuntungan yang dapat dihasilkan dari perairan Natuna, dirinya tidak mengetahui. Meskipun demikian wilayah perairan di sana adalah jalur transportasi padat ekonomi.
"Kementerian Luar Negeri harus memonitor, protes kita di Mahkamah Internasional," kata dia.
Kemudian, pemerintah juga harus mengatakan kepada publik perkembangannya. Selain itu, pemerintah juga harus mengabarkan kepada negara-negara lainnya, atas insiden Laut Cina Selatan. Jalur Laut Cina Selatan terkenal dengan kepadatannya terhadap ekonomi.
"Kalau untuk Indonesia ini masalah kedaulatan. Kedaulatan itu harus dipertahankan mati-matian oleh pemerintah Indonesia," tutup dia.