Rabu 23 Mar 2016 10:24 WIB

Komnas HAM: Ada Banyak Pertanyaan di Balik Kematian Siyono

Rep: Lintar Satria/ Red: Achmad Syalaby
Jenazah terduga teroris Siyono saat diangkat dengan kurung batang.
Foto: Antara
Jenazah terduga teroris Siyono saat diangkat dengan kurung batang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Manager Nasution mengatakan, ada dugaan pelanggaran prosedur dalam penangkapan yang berujung kematian terduga teroris Siyono, dua pekan lalu. Manager mengatakan, kematian Siyono diduga karena kekerasan yang dilakukan oleh organ negara.

“Penangkapan yang berujung kematian Siyono itu menyisakan banyak pertanyaan: Siapa yang menangkap Siyono? Benarkah anggota Densus 88 Antiteror? Dibawa ke mana dia? Apa saja yang dia alami selama dalam kekuasaan yang diduga Densus 88?” kata Manager dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (23/3).

Manager menjelaskan, penyelidikan Komnas HAM dalam kasus kematian Siyono ini tentu bukan untuk membela teroris. Komnas HAM, dan tentu semua pencinta kemanusian, bersepakat bahwa tindakan kekerasan dan terorisme dengan motif apa pun dan oleh siapa pun adalah musuh kemanusiaan. Komnas HAM, dalam konteks ini, tentu hanya membela hak-hak seorang warga negara yang baru dianggap terduga teroris.

Namun, tambahnya, penangkapan tanpa prosedur atas seorang warga negara sebagaimana diduga dialami Siyono sama sekali tidak boleh dibiarkan. Selain menyelidiki prosedur penangkapan, Manager mengatakan, Komnas HAM juga mengumpulkan sejumlah bukti yang berkaitan dengan peristiwa penangkapan hingga pascakematian Siyono.

“Komnas HAM juga berkoordinasi dengan PP Muhammadiyah di Yogyakarta dan Pusham UII Yogyakarta (22/3). Dalam waktu dekat, Komnas HAM juga akan berkoordinasi dengan MUI Pusat dan CSO lainnya,” ujarnya menerangkan.

Manager mengatakan, semua pihak sejatinya bersama-sama agar apa yang dialami anak bangsa, seperti Siyono, tidak terulang lagi pada warga negara yang lain. Dan, lanjut Manager, negara wajib hukumnya hadir menjamin bahwa hal yang serupa tidak terulang lagi pada masa yang akan datang (guarantees of nonrecurrence).

“Ada baiknya, dengan momentum kematian Siyono ini, DPR RI mempertimbangkan untuk istirahat dulu dalam membahas rencana revisi UU Pemberantasan Terorisme. Sebab, semangat revisi itu lebih bernuansa memperkuat BNPT dan Densus 88. Sebab, dengan UU yang ada sekarang saja perlakuannya sudah sedemikian rupa, apalagi kalau kewenangannya diperkuat?” katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement