REPUBLIKA.CO.ID, SAMA RINDA -- Ketua Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Provinsi Kalimantan Timur, Magdalina meminta media massa bersikap bijaksana dan tidak vulgar dalam memberitakan kasus pelecehan seksual.
"Dari beberapa kali pengalaman kami mendampingi kasus pelecehan seksual, justru banyak korban pelecehan yang bebannya menjadi berat setelah adanya pemberitaan di media massa," kata Magdalina di Samarinda, Senin (21/3).
Ia menilai berita-berita di media massa terkait kasus pelecehan seksual terhadap anak, kekerasan dalam rumah tangga, dan kasus sejenisnya seringkali menyudutkan korban karena media massa tidak memperhitungkan dampak sosial dan psikologis korban.
Magdalina mengaku risih dengan pemberitaan yang terlalu vulgar baik dari judul berita, isi berita, maupun gambar, meskipun ia memahami kebutuhan media seperti itu. Tetapi media massa juga diminta memahami dampak pemberitaan yang disebarkan ke masyarakat luas.
Menurut ia, isi berita maupun foto korban yang pernah ditangani oleh LBH APIK kerap menyudutkan korban maupun keluarganya, sehingga korban justru menanggung beban ganda.
Dicontohkan, untuk korban pelecehan atau kekerasan seksual pada anak, walaupun foto wajah korban sudah disamarkan, namun masih sering menuliskan alamat, nama sekolah, bahkan nama orang tua korban. Akibatnya, kata Magdalina, korban menjadi malu bahkan depresi terhadap lingkungannya, begitupun orang tua korban.
Secara terpisah, Ketua PWI Kaltim Endro S Efendi mengatakan, sudah seharusnya media massa tidak vulgar dalam menuliskan berita yang berkaitan dengan asusila, apalagi korban pelecehan seksual, sehingga dipastikan berdampak psikologis bagi korban.