Senin 21 Mar 2016 20:12 WIB

Ini Tuntutan Taksi Express kepada Pemerintah

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Muhammad Subarkah
Taksi Express
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Taksi Express

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan taksi mendesak pemerintah bersikap konsisten dalam menerapkan regulasi angkutan umum. Jika tidak, hal tersebut dikhawatirkan dapat memicu konflik horisontal antara pelaku usaha taksi pelat kuning dan taksi pelat hitam berbasis aplikasi dalam jaringan (daring).

Direktur Operasional Express Group, Herwan Ghozali mengatakan, pemerintah harus adil memperlakukan para pengusaha angkutan umum. "Selama ini kami sudah mengikuti aturan main, tapi pemerintah seakan memberi perlakuan istimewa terhadap taksi-taksi pelat hitam berbasis aplikasi yang jelas-jelas tidak berizin," ujarnya kepada //Republika//, Senin (21/3).

Ia mengungkapkan, perusahaan taksi berizin selalu dituntut mengikuti semua persyaratan operasional yang diminta pemerintah. Mulai dari pengurusan izin untuk beroperasi, penyediaan pul taksi, peneraan argometer berkala, pembayaran pajak, hingga uji KIR. Semua persyaratan itu menurut Herwan memerlukan biaya yang tidak sedikit.

"Sementara taksi-taksi pelat hitam tidak satu pun memenuhi persyaratan tersebut di atas, sehingga mereka bisa menentukan tarif seenaknya. Ini jelas tidak //fair//, seharusnya pemerintah memperlakukan mereka sama dengan kami," ucap Herwan.

Ia menuturkan, saat ini Taksi Express mempekerjakan lebih dari 20 ribu sopir dengan jumlah armada mencapai 12 ribu unit. Sejak kehadiran taksi pelat hitam berbasis aplikasi, kata dia, setoran para supir ke perusahannya mengalami penurunan 10 - 20 persen.

"Dampaknya tidak sampai di situ saja. Yang lebih parah lagi, kadang sopir-sopir kami //ditarikin// juga sama perusahaan daring semacam Uber," ungkapnya.

Herwan berpendapat, pemerintah harus bisa mengatasi permasalahan ini dengan bijak dan tegas. Pasalnya, jika persoalan tersebut dibiarkan berlarut-larut, tidak menutup kemungkinan akan memunculkan konflik horisontal.

"Di Belanda dan Jerman yang negaranya lebih maju, Uber saja dilarang karena berpotensi mematikan sumber penghidupan para sopir taksi. Mengapa di negara kita malah dibiarkan?" katanya mempertanyakan.

n Ahmad Islamy Jamil

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement