REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI, Ade Komaruddin, mengungkapkan, hingga saat ini DPR RI belum menerima Surat Presiden (Surpres) dan draft rancangan revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Ade menyebut, DPR hanya akan membahas soal revisi UU Pilkada lantaran hal itu merupakan inisiatif dari pemerintah.
Menurut Ade, hingga saat ini, DPR belum menerima draf dari rencana revisi UU Pilkada tersebut. Alhasil, belum ada pembahasan mengenai hal tersebut. Termasuk soal polemik adanya kenaikan syarat minimum dukungan terhadap calon independen yang ingin maju ke Pilkada.
"Kalau draf belum masuk, bagaimana kami melakukan diskusi soal itu. Sebaiknya kami berdiskusi setelah barangnya dari pemerintah ada. Ini kan inisiatif pemerintah, bukan dari DPR. Posisinya DPR menerima. Jadi DPR akan mulai membahas jika draf dari pemerintah sudah ada," kata Ade saat meninjau proses renovasi Media Centre di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (21/3).
Ade menambahkan, DPR tidak mau berpolemik lebih lanjut soal pemerintah yang belum juga memberikan draf revisi UU Pilkada tersebut. Menurutnya, pemerintah bisa saja menahan draft tersebut dengan berbagai kepentingan yang ada. "Jadi kalau ada tarik ulur, biarkan saja. Kami tidak mau berburuk sangka pada proses atau polemik itu," ujarnya.
Lebih lanjut, Ade mengaku bakal menyerahkan sepenuhnya ke Alat Kelengkapan Dewan (AKD), dalam hal ini Komisi II, soal dinamika politik dari proses pembahasan revisi UU Pilkada tersebut. Pun jika nantinya ada perbedaan pandangan dan pendapat antara pemerintah dan DPR. "Silahkan cari titik temu yang baik untuk satu tujuan, peningkatan kualitas demokrasi yang baik dan terakomodasinya aspirasi masyrakat," tutur politikus Partai Golkar tersebut.
Terkait adanya polemik soal wacana kenaikan syarat calon independen, Akom, panggilan akrab Ade Komaruddin, menegaskan, dalam setiap pembahasan UU apapun harus sesuai dengan tantangan zaman. Termasuk dalam pembahasan revisi UU Pilkada. Ade menilai, dalam konsolidasi demokrasi salah satu kandungan yang penting adalah upaya peningkatan kualitas demokrasi.
Jangan sampai nantinya calon perseorangan bisa maju ke Pilkada tanpa ada persyaratan dan dukungan yang jelas. "Semua perseorangan, kami biarkan mencalonkan, tanpa adanya dukungan, nanti malah kualitas demokrasi jadi hancur lebur," tutur Akom.