Senin 21 Mar 2016 14:03 WIB

Emil: Saya Ingin Melindungi Warga Bandung

Rep: C26/ Red: Teguh Firmansyah
Wali Kota Bandung Ridwan kamil memperagakan cara memegang pipi saat mengingatkan sopir angkot omprengan yang membandel, di Kota Bandung, Senin (21/3).
Foto: Republika/Edi yusuf
Wali Kota Bandung Ridwan kamil memperagakan cara memegang pipi saat mengingatkan sopir angkot omprengan yang membandel, di Kota Bandung, Senin (21/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menjelaskan perihal perlakuannya kepada sopir angkutan umum omprengan adalah bentuk ketegasannya melindungi warga Bandung. Pasalnya, angkutan omprengan yang ilegal ini sering kali meresahkan warga.

Pria yang akrab disapa Emil ini mengatakan, banyak warga melaporkan keluhan dari omprengan ini. Sopir kerap memaksa untuk mengangkut penumpang dengan mobilnya.

"Ini angkutan ilegal yang sudah bertahun-tahun. Dia dengan komplotan punya pola premanisme. Sopir angkutan ilegal ada yang memaksa warga untuk naik," kata Emil dalam konferensi persnya di Lacamera Coffee, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (21/3).

Selain itu, ia mengaku ingin melindungi warga Kota Bandung yang bepergian menggunakan angkutan massal. Karena, penumpang yang menumpang angkutan legal mendapatkan jaminan asuransi kecelakaan.

Sementara itu, kata dia, omprengan yang berpelat hitam tidak menjamin penumpang jika terjadi kecelakaan karena bukan angkutan resmi. Hal ini tentu sangat merugikan warga.

Bukan hanya merugikan warga, Emil menuturkan, sopir angkutan kota (angkot) juga berkurang pendapatannya karena adanya omprengan. Sebab, operasi omprengan bersinggungan dengan beberapa trayek angkot dan angkutan massal lainnya. "Keresahan dari sopir angkot karena jalurnya diambil angkutan ilegal ini," ujarnya.

Baca juga, Emil: Bukan Ditampar, Saya Hanya Memegang Pipi.

Emil mengaku gerah dengan kelakuan para sopir omprengan. Ia sudah belasan kali menegur sang sopir tersebut saat tepergok beroperasi di trayek yang sama, tapi tak jera dengan kembali melanggar.

Menurutnya, hukuman denda atau teguran biasa tidak berdampak positif karena berulang kali si sopir tetap melanggar. Karena itu, kata dia, perlu adanya sanksi sosial yang membuat jera.

Emil menegaskan, tindakan tegas bukan sebagai bentuk penganiayaan, seperti yang dilaporkan sopir bernama Taufik Hidayat. Kronologi yang dituturkan Emil juga berbeda dengan laporan korban.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement