REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Naiknya iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai April mendatang diyakini tak akan merugikan masyarakat. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan rasionalisasi iuran layak dilakukan di tengah defisitnya kondisi defisit BPJS Kesehatan saat ini.
"Pilihannya ada dua, mengurangi benefit atau menaikkan iuran," kata Khofifah pada Ahad (20/3) di Malang, Jawa Timur. Kenaikan iuran, kata Khofifah, pasti telah dipertimbangkan masak-masak oleh seluruh stakeholder terkait. Kenaikan iuran hanya menyasar para peserta mandiri karena dianggap sudah mampu secara finansial. Menurut dia, keberadaan BPJS membawa manfaat yang tinggi jika dibandingkan asuransi kesehatan swasta.
Masyarakat yang mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan tidak diwajibkan melewati general check up. Artinya BPJS Kesehatan akan menanggung apapun kondisi peserta tanpa batasan biaya dan batasan usia. Hal itu tentu saja berbeda dengan asuransi swasta yang mengharuskan general check up terlebih dahulu. "Jika ketahuan sudah punya penyakit maka asuransi swasta pasti akan menolak," imbuhnya.
Khofifah menegaskan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tak akan memberatkan warga miskin memperoleh akses kesehatan. Apalagi 92,4 juta warga Indonesia tercatat sebagai Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBIJK).
Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah.