REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Syafruddin Kalo menyebutkan, peredaran narkoba tersebut juga telah merambah daerah terisolir dan terluar, karena sulit diawasi pihak berwajib. Hal ini merupakan strategi yang dilakukan bandar narkoba.
Karena itu, katanya, para kepala desa di daerah terluar tersebut, harus berusaha menyelamatkan warganya dari pengaruh narkoba, dan memberikan sosialisasi secara jelas. "Anak-anak yang berada di daerah terisolir itu, jangan sampai terpengaruh atau kecanduan dengan narkoba. Karena mereka ke depan juga sebagai calon-calon pemimpin nasionanl," ucapnya.
Syafruddin menambahkan, para orang tua dan guru di sekolah juga harus bertanggung jawab terhadap anak-anak di daerah terpencil, agar tidak masuk ke dalam perangkap pengedar narkoba. Bahkan, bandar narkoba tersebut biasanya memberikan barang terlarang itu secara gratis atau cuma-cuma terhadap warga maupun konsumen, dan baru mereka rangkul masuk ke dalam jaringan.
"Hal ini, salah satu modus yang paling murah dilakukan pengedar narkoba untuk mempengaruhi atau menjerat para pengguna, sehingga tujuan mereka dengan mudah dapat tercapai," kata Guru Besar Tetap Fakultas Hukum USU itu.
Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso mengemukakan, penduduk Indonesia pengguna narkoba di berbagai daerah pada 2015 tercatat mencapai 5,8 juta orang. Indonesia juga merupakan pasar terbesar narkoba di ASEAN.
Apabila mereka tidak terselamatkan, menurut Komjen Budi Waseso, kecanduan narkoba akan berdampak pada kematian yang mengerikan dan tak terbayangkan. Sehingga akan terjadi tragedi kemanusiaan yang tidak terkirakan.
Ia menambahkan, peredaran narkoba justru banyak menyasar daerah-daerah yang miskin, karena pada awalnya narkoba diberikan secara cuma-cuma. Para penggunanya kemudian dijadikan sebagai mata rantai jaringan.