REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BPJS Kesehatan menjadi sorotan publik setelah pemerintah mengeluarkan kenaikan iuran peserta. Tak sedikit mereka yang menolak karena pelayanan BPJS dinilai belum maksimal.
Kepala Group Komunikasi Publik BPJS Kesehatan, M. Ikhsan menjelaskan, dari total 130 juta peserta BPJS Kesehatan, 92,3 juta di antaranya melakukan kunjungan pengobatan ke rumah sakit pada 2014.
Kemudian, pada 2015, jumlah kunjungan pasien BPJS Kesehatan yang berobat ke rumah sakit mengalami peningkatan menjadi 142 kunjungan, dari total peserta 163,2 juta jiwa.
Meski begitu, Ikhsan mengatakan, kondisi keuangan BPJS Kesehatan pada 2014 dan 2015 masih seimbang dan mampu membayar biaya kesehatan tersebut.
Hal itu tak lain karena BPJS masih mendapatkan dana talangan dan suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN). Tapi, menurutnya, tidak mungkin BPJS akan terus-menerus mengandalkan dana talangan dari pemerinth untuk menyeimbangkan keuangannya. "Orang kalo disuntik terus-menerus pasti akan bengkak juga," kata Dede, di Cikini, Jakarta, Sabtu (19/3).
Jika situasinya seperti ini, lanjut Ikhsan, BPJS memiliki tiga pilihan agar dana yang kelolanya cukup untuk menanggung biaya kesehatan masyarakat yang telah terdaftar di BPJS Kesehatan.
Opsi yang pertama adalah pengurangan manfaat. Meski begitu, menurutnya opsi ini tidak mungkin dilakukan, karena sangat berkaitan dengan keselamatan pasien. "Masa orang yang selama ini sudah dapat cuci darah, tidak boleh lagi cuci darah," ucap Ikhsan.
Baca juga, Delapan Penyakit Biaya Terbesar BPJS yang Bisa Buat Pasien Bangkrut.
Opsi berikutnya adalah dengan terus-terusan mengandalkan dana suntikan dari pemerintah. Opsi terakhir, lanjut Ikhsan, penyesuaian iuran yang selama ini dibayarkan oleh para peserta BPJS Kesehatan. "Semua perhitungan ini sudah dilakukan secara tidak tergesa-gesa," tambah Ikhsan.