REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ferry Mursidan Baldan mengatakan, pihaknya akan konsisten dalam menjaga tidak adanya kehilangan potensi pemasukan bagi negara dalam pengalihan hak atas tanah. Karenanya, tidak boleh hak atas tanah yang dialihkan tidak langsung disertai proses balik nama.
"Itu tidak boleh, itu akan kita masukkan pelanggaran hukum belum berganti nama tidak boleh karena ada //lost// pemasukan untuk negara. Jadi ambil alih hak atas tanah harus langsung disertai balik nama atas hak tanah itu," katanya kepada wartawan pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I, Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) di Yogyakarta, Jumat (18/3).
Menurut Ferry, pengambilalihan hak atas tanah yang tidak disertai balik nama merupakan pelanggaran administrasi dan itu akan diproses secara hukum.
Terkait hal ini, pihaknya berharap ada sinergi yang bagus dengan para PPAT yaang tergabung di IPPAT tersebut. Sinergi juga terkait kemudahan kepengurusan hak atas tanah. Ferry juga berharap PPAT terus meningkatkan profesionalitasnya dalam pengurusan tanah.
Kementrian sendiri, kata dia, sudah memberikan aturan untuk standarisasi kepengurusan tanah di Indonesia. Kementrian juga meningkatkan sosialisasi kepengurusan tanah melalui informasi online yang akan terus ditingkatkan ke depannya.
Ketua Umum IPPAT, Syafran Sofyan mengatakan, biaya pertanggungan yang dilakukan PPAT dalam satu tahun cukup banyak. Biaya pertanggungan tanah di bank se-Jabodetabek saja dalam setahun bisa mencapai Rp 300 triliun dan sekitar Rp 8.000 triliun di seluruh Indonesia. "Ini belum termasuk biaya balik nama tanah dan kepengurusan tanah lainnya," ujarnya.
Karena itulah, kata dia, IPPAT melakukan sinergi dengan berbagai pihak termasuk pemerintah daerah dan pusat. Sinergi ini juga dibahas dalam Rakernas tersebut.