Jumat 18 Mar 2016 15:25 WIB

YLPK Bali Tolak Kenaikan Iuran BPJS

Rep: Muthia Ramadhani/ Red: Achmad Syalaby
Petugas sedang melakukan pendataan pada pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Senin (14/3).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Petugas sedang melakukan pendataan pada pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Senin (14/3).

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Bali mengkritisi rencana pemerintah yang akan menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. 

Direktur YLPK Bali, I Putu Armaya menilai iuran BPJS tak layak dinaikkan per 1 April mendatang meski sudah ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

"Kami menolak dengan tegas. Hal itu hanya membuktikan posisi pemerintah hari ini yang sama sekali tidak berpihak terhadap nasib rakyat," kata Armaya kepada Republika.co.id, Jumat (18/3).

Situasi ekonomi global sedang sulit. Armaya menilai pemerintah semestinya hadir memberikan pelayanan terbaik bagi rakyatnya, bukan menciptakan teror yang lebih menakutkan. Kesehatan merupakan aspek penting dalam kehidupan masyarakat, sehingga pemerintah perlu menciptakan iklim pembangunan kesehatan nan memadai dan memperbaiki buruknya tingkat pelayanan kesehatan saat ini.

Konstitusi mengamanatkan bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu. Jika alasan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan akibat defisit anggaran, kata Armaya negara seyogyanya menyubsidi BPJS supaya tidak defisit. 

YLPK Bali misalnya menerima sejumlah keluhan dan laporan dari masyarakat, seperti rumah sakit menolak pasien BPJS karena alasan kamar penuh, kurangnya informasi mengenai jenis pengobatan yang ditanggung, bahkan ada pasien yang sudah dipulangkan pihak rumah sakit meski belum sembuh total. Armaya menyayangkan iuran BPJS dinaikkan di tengah pelayanan kurang maksimal.

"Pemerintah sebaiknya menunda dulu rencana kenaikan iuran ini. Benahi dulu pelayanannya," kata Armaya.

Rencana pemerintah pusat membuat pemerintah Provinsi Bali menunda integrasi Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) ke BPJS Kesehatan. JKBM merupakan program pelayanan kesehatan gratis yang telah berlangsung sejak 2010. Ini merupakan program pemerintah provinsi yang diperuntukkan untuk seluruh warga masyarakat Bali dan konsepnya dinilai jauh lebih baik dibandingkan BPJS.

Data pemerintah provinsi menunjukkan jumlah peserta BPJS Kesehatan di Bali mencapai 2,1 juta jiwa atau lebih dari 50 persen per Februari 2016. Pemerintah Provinsi Bali rencananya akan mengintegrasikan peserta JKBM ke BPJS per 1 Januari 2017 atau maksimal 1 Januari 2019 menurut Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini membuat Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika berwacana menunda integrasi tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement