Kamis 17 Mar 2016 18:54 WIB

Pengamat: Personel Densus 88 Sebaiknya Mengerti Agama

Rep: Puti Almas/ Red: Achmad Syalaby
Pengamat terorisme Al Chaidar.
Foto: Antara
Pengamat terorisme Al Chaidar.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kasus kematian terduga teroris asal Klaten, Jawa Tengah, Siyono (34 tahun) membuat publik menyoroti kinerja dari Detasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88) Polri. Hal ini juga memunculkan pertanyaan, apakah aparat telah bertindak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, police brutality atau penyalahgunaan wewenang dari aparat penegak hukum saat menjalankan tugas memang sangat mungkin dilakukan Densus 88. Terlebih, bila adanya sejumlah perbedaan, yang menyangkut isu sensitif diantara personil dan terduga teroris.  

"Jadi dari aparat sendiri muncul prasangka terhadap terduga pelaku yang kalau di Indonesia sangat mungkin disebabkan karena perbedaan suku dan agama yang akhirnya menimbulkan sentimen dan berujung menindak secara kejam, tidak sesuai dengan aturan,"  ujar Al Chaidar kepada Republika.co.id, Kamis (17/3). 

Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mailkussaleh Lhoksumawe, Aceh ini pun menyarankan sebaiknya, para personil Densus 88 merupakan orang-orang yang mengerti agama, serta mengerti ajaran-ajaran baik dalam agama secara keseluruhan. Selain itu, akan sangat baik bila mereka adalah orang yang memiliki agama sama dengan terduga teroris agar tidak ada sentimen tersendiri.

"Kalau bisa yang dikumpulkan dalam Densus 88 adalah orang yang mengerti agama dan punya rasa simpati terhadap terduga teroris. Selain itu, tidak baik jika personil dan terduga berbeda agama karena ini sangat sensitif dan rentan dalam kasus terorisme," jelas Al Chaidar.

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement