Rabu 16 Mar 2016 23:03 WIB

Alasan Iuran BPJS Naik

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Angga Indrawan
Warga mengurus BPJS Kesehatan di kantor BPJS Kesehatan Yogyakarta, Rabu (16/6).
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Warga mengurus BPJS Kesehatan di kantor BPJS Kesehatan Yogyakarta, Rabu (16/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Rachmat Sentika memaparkan latar belakang di balik Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016, yang mengubah Perpres 111/2013 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam aturan tersebut, terdapat keterangan mengenai kenaikan besaran iuran per bulan bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Rachmat menjelaskan, kenaikan iuran penerima bantuan iuran (PBI) sudah ditetapkan pemerintah bersama DPR sejak 1 Januari 2016. Karenanya, Perpres 19/2016 hadir sebagai petunjuk pelaksanaan atas putusan tersebut. Dia pun menolak istilah kenaikan iuran, melainkan penyesuaian.

Untuk PBI, iuran yang sebelumnya sebesar Rp 19.225 kini menjadi Rp 23 ribu per bulan. Deputi Bidang Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK itu mengungkapkan, cakupan PBI pun bertambah dari 86,4 juta jiwa menjadi 92,4 juta jiwa.

“Nilainya itu Rp 27 triliun. Atau 57 persen dari besaran iuran yang didapat oleh BPJS. Jadi, 57 persennya saja sudah dibayar sama negara,” kata Rachmat Sentika saat dihubungi, Rabu (16/3).

Masih terkait PBI, Rachmat menjelaskan, total mereka yang masuk dalam PBI tidak kurang dari 40 persen penduduk Indonesia. Dalam perspektif rasio Gini, lanjut dia, jumlah penduduk miskin di Indonesia hanya mencapai 10-11 persen. Di luar itu, ada katagori hampir miskin. Dalam sistem BPJS Kesehatan, kategori hampir miskin itu disertakan.

“Semuanya kita kumpulkan jadi 40 persen. Jadi 40 persen dari penduduk Indonesia itu hebat benar negara (membayarkan iuran),” kata dia.

Adapun untuk peserta mandiri yang bukan penerima upah, kata Rachmat, jumlahnya mencapai 15,9 juta jiwa. Mereka pun rata-rata sudah memasuki usia di atas 50 tahun dan kerap berobat ke rumah sakit. Keluhannya pun variatif dengan penyakit-penyakit katatropik, semisal sakit jantung dan hipertensi. Klaim yang mesti dibayarkan bisa mencapai 500 persennya.

“Kemudian, yang ribut-ribut ini, yaitu bagi peserta BPJS dari mandiri. Mandiri itu 15,9 juta orang. Dan 82 persen di antaranya berusia di atas 50 tahun. Kemudian, sakit-sakitan. Sehingga berobatlah ke RS-RS, sehingga seluruh RS penuh,” kata dia.

Dia menegaskan, iuran BPJS Ketenagakerjaan tidak mengalami perubahan, yakni tetap sebesar lima persen dari besaran gaji per bulan. Perinciannya, empat persennya dibayar pemberi kerja dan satu persen dibayar oleh pekerja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement