Selasa 15 Mar 2016 15:24 WIB

Buruh Banyumas Tolak Kenaikan Iuran BPJS

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Ilham
BPJS
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
BPJS

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Banyumas menolak kebijakan pemerintah yang akan menaikkan iuran BPJS mulai April 2016, mendatang. Ketua SPSI Banyumas, Haris Subyakto mengatakan, kenaikan iuran BPJS akan memberatkan para pekerja.

''Bagi pekerja suatu perusahaan yang mendapat gaji sesuai UMK, kebijakan itu memang tidak akan berpengaruh pada mereka. Namun bagi pekerja lepas yang juga mendapat penghasilan bulanan setara UMK, tentu akan sangat memberatkan,'' kata Haris, Selasa (15/3).

Dia menyebutkan, di kalangan buruh sangat banyak pekerja yang menjadi pekerja lepas yang mendapat upah setara UMK. Mereka bekerja tidak terikat pada satu perusahaan, sehingga hanya bisa menjadi peserta BPJS mandiri, misalnya kalangan tukang ojek, buruh tani lepas, pekerja bangunan dan sejenisnya.

''Mereka ini yang akan sangat merasakan dampak dari kenaikan iuran bulanan BPJS. Padahal pendapatan mereka sebenarnya tidak ada bedanya dengan pekerja pada satu perusahaan yang mendapat upah UMK,'' katanya.

Dia memperkirakan, dengan adanya kebijakan tersebut, kemungkinan akan sangat banyak buruh pekerja lepas yang akhirnya tidak bisa membayar iuran BPJS. Bila lebih dari setahun mereka tidak membayar iuran, maka mereka akhirnya tidak lagi menjadi peserta BPJS. ''Hal ini secara tidak langsung akan mendorong program pemerintah mengenai program perlindungan kesehatan masyarakat justru menjadi tidak berhasil,'' katanya.

Menurutnya, jumlah buruh yang ada di Kabupaten Banyumas, seluruhnya mencapai sekitar 16 ribu orang. Dari jumlah itu, lebih dari separuhnya merupakan pekerja lepas yang tidak terikat bekerja pada satu perusahaan.

Lebih dari itu, kata Haris, BPJS Kesehatan sebagai satu-satunya lembaga pelayanan jaminan kesehatan yang diwajibkan oleh pemerintah, sejauh ini belum bisa memberikan pelayanan sebagaimana diharapkan oleh para pesertanya. ''Seharusnya pelayanan diperbaiki dulu, baru setelah itu dipertimbangkan mengenai kenaikan iuran,'' katanya.

Haris mencontohkan, untuk berobat menggunakan BPJS, masyarakat harus meminta rujukan terlebih dahulu kepada faskes (fasilitas kesehatan) pertama atau dokter keluarga yang telah ditunjuk. Peraturan seperti ini sangat menyulitkan peserta BPJS, karena dokter keluarga yang ditunjuk seringkali berlokasi cukup jauh dari tempat tinggalnya.

''Kemudian, bagaimana kalau kita sakit saat berada di luar kota? Apa harus pulang dulu untuk berobat karena di luar kota BPJS kita tidak berlaku? Peraturan ini sangat merepotkan,'' kata Haris.

Untuk itu, Haris berharap pelayanan BPJS lebih baik diperbaiki lebih dulu, sebelum dilakukan kebijakan kenaikan iuran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement