REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus Brigadir Aris yang diduga menembak istrinya, Ani Fitriyanto hingga tewas, di kediamanna Desa Hegarmukti, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Sabtu (12/3) kemarin, menambah panjang beberapa kasus pembunuhan oleh oknum aparat terhadap anggota keluarganya. Hal ini memunculkan kekhawatiran lemahnya pembinaan mental dan kesehatan jiwa aparat kepolisian.
Pengamat Kepolisian, Bambang Widodo Umar mengatakan, selama ini Polri hanya mengutamakan pemeliharaan jasmani semata. Seharusnya Polri mulai mempertimbangkan konseling rutin psikologi terhadap anggota kepolisian.
Seharusnya diteliti bagaimana kejadian seperti itu berhubungan dengan kesehatan jiwa mengingat tugas polisi yang semakin berat. "Guiden conselling dari psikolog terhadap Anggota yang ada indikasi gangguan jiwa (a.l stress) tidak ada," katanya kepada Republika.co.id, Ahad (13/3).
Di sisi lain, pimpinan kesatuan banyak memberikan tugas-tugas yang kadang tidak seimbang dengan sarana pendukungnya. "Pimpinan Polri yang bertanggung jawab terhadap perencanaan anggaran juga kurang mendorong usulan tambahan anggaran untuk pemeliharaan kesehatan jiwa," katanya.
Karena itu, pimpinan Polri harus gigih memperjuangkan anggaran pemeliharaan kesehatan jiwa. Pimpinan Polri juga harus memerintahkan pusat penelitian dan pengembangan (pusalitbang) Polri meneliti persoalan kriminal keluarga di Anggota Polri tersebut, agar dapat dirumuskan jalan keluarnya.
Sebelumnya, Brigadir Aris Candra Winarko, yang juga anggota brimob menembak istrinya Ani Fitriani hingga tewas. Setelah menembak Ani, Aris melepaskan tembakan ke arah keningnya. Kuat dugaan Aris hendak bunuh diri setelah membunuh istrinya.
Aksi Brigadir Aris muncul tidak lama setelah peristiwa pembantaian oleh Brigadir Petrus Bakus di Melawi yang memutilasi dua anak kandung di kediamannya.