Jumat 11 Mar 2016 15:42 WIB

Ini Cara Parpol untuk Kembali Dapatkan Kepercayaan Publik

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Esthi Maharani
Partai Politik
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Partai Politik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), untuk maju sebagai calon independen di Pilkada DKI Jakarta 2017 mendatang dianggap menuai kontroversi. Secara lebih luas, adanya calon independen bahkan dianggap sebagai pemicu adanya deparpolisasi.

Namun, pengamat politik asal Universitas Nasional (Unas), Muhammad Hailuki, menilai, sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan dan menganggap deparpolisasi itu sebuah hukuman atau sebuah mimpi buruk. Deparpolisasi, menurut Hailuki, merupakan konsekuensi logis yang muncul ketika fungsi-fungsi partai politik tidak berjalan dengan benar.

Akhirnya muncul ketidakpercayaan dari publik terhadap partai politik itu sendiri. Hailuki pun menjelaskan, justru deparpolisasi itu menjadi bahan evaluasi bagi partai politik untuk berbenah diri, mulai dari rekrutmen, kaderisasi, hingga pendidikan politik terhadap masyarakat.

''Kalau mau tidak ada deparpolisasi, ya diperbaiki dong fungsi-fungsi parpolnya, mulai dari pendidikannya, rekruitmennya, komunikasi politik, dan kaderisasi politiknya,'' tutur Hailuki saat dihubungi Republika, Jumat (11/3).

(Baca juga: Calon Perorangan Bukan Bentuk Deparpolisasi)

Lebih lanjut, Hailuki menyarankan, ada beberapa cara yang dapat ditempuh Partai Politik untuk bisa mendapatkan lagi kepercayaan publik. Salah satunya adalah dengan merekrut atau mengusung tokoh-tokoh atau sosok yang berada lingkungan eksternal parpol, sepertinya akademisi, aktivis anti korupsi, atau bahkan pakar tata kota.

Hailuki pun memberi contoh seperti yang dilakukan Gerindra di Pilkada Kota Bandung, yang saat itu mengusur Ridwan Kamil, yang sebelumnya dikenal sebagai arsitek dan dosen Institut Teknologi Bandung (ITB).

Namun tentunya perekrutan ini tetap melihat integritas dari sosok tersebut. Hal ini dilakukan jika dianggap belum ada kader-kader yang bagus di internal partai tersebut.

''Tapi saya tidak yakin, di dalam parpol itu tidak ada kader yang bagus. Mungkin ada yang bagus, tapi apakah diberikan atau memiliki kesempatan untuk tampil oleh elit-elit parpol tersebut,'' ujar Hailuki, yang juga menjadi peneliti di Centre for Indonesian Political and Social Studies (CIPSS).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement