Kamis 10 Mar 2016 08:44 WIB

Perempuan dan Diskriminasi Sosial di Indonesia

Red: M Akbar
 Arum Maulidia
Foto:

Namun, beda halnya di Indonesia, Hari Perempuan Internasional bukan saja menjadi tradisi tahunan untuk beromantisme dengan sejarah, melainkan menjadi momentum perjuangan, momentum penyampaian aspirasi oleh kaum perempuan terhadap pemerintah yang dipandang belum berpihak pada perempuan.

Pada Selasa, 8 Maret 2016 lalu, kaum perempuan dari berbagai elemen turun ke jalan melakukan aksi demonstrasimenuntut agar pemerintah menghapus dan melindungi kaum perempuan dari segala bentuk diskriminasi.

Di Jakarta, misalnya, ribuan perempuan dari elemen buruh menyuarakan aspirasinya di sepanjang Jalan Medan Merdeka, mengitari Monas. Mereka menuntut agar pemerintah segera meratifikasi Konvensi ILO No 183 Pasal 4 yang berbunyi, ''Perkiraan tanggal kelahiran, seseorang perempuan yang padanya konvensi ini berlaku berhak mendapatkan masa cuti melahirkan tidak kurang dari 14 minggu''.

Sementara dalam praktiknya, hampir di semua perusahaan di Indonesia, cuti melahirkan hanya berlangsung selama 12 minggu. Padahal, menurut Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional, cuti melahirkan minimal dilaksanakan 14 minggu, serta perlindungan sepenuhnya terhadap pekerja perempuan yang sedang hamil.

Bukan cuma itu, banyak hal yang menjadi tuntutan kaum perempuan, misalnya, ketersediaan ruang khusus dan waktu bagi pekerja perempuan yang menyusui, pencabutan Inpres Padat Karya No 9 Tahun 2014, yang disinyalir sebagai sumber diskriminasi upah perempuan, cuti haid, dan stop kekerasan terhadap perempuan.

Adanya tuntutan-tuntutan tersebut, tentu saja lahir atas dasar pengalaman pahit yang dirasakan oleh kaum perempuan. Kondisi ini juga membuktikan bahwasanya di Indonesia masih terjadi perlakuan-perlakuan yang diskriminatif terhadap kaum hawa, meskipun tidak semua perempuan di Indonesia merasakan hal yang sama.

Untuk menjawab persoalan di atas, tentu saja banyak cara yang bisa dilakukan. Namun, dalam hal ini, penulis akan mengacu kembali pada paham-paham yang lahir sejak akhir abad ke-18, yaitu paham feminisme. Meskipun feminisme sendiri bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi kaum perempuan, kehadiran feminisme belum dipahami secara utuh dan lemah pada ranah implementasinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement