Selasa 08 Mar 2016 17:23 WIB

DPR Temukan Penyimpangan Dana Desa di Jatim

Ilustrasi alur distribusi dana desa.
Foto: dok. Kemendesa, PDTT
Ilustrasi alur distribusi dana desa.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKALAN -- Komisi V DPR RI menemukan praktik penyimpangan penggunaan dana desa di sejumlah kabupaten di Jawa Timur (Jatim). Sehingga dana yang dialokasan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur desa itu tidak maksimal.

"Di Jawa Timur ini ada beberapa kesalahan terkait penggunaan dana desa, antara lain untuk pembangunan infrastruktur balai desa yang ada di halaman rumah kepala desa. Ini tidak benar," kata Ketua Komisi V DPR RI Fery Djemi Francis saat melakukan kunjungan kerja di Bangkalan, Selasa (8/3).

Selain itu, pihaknya juga menemukan adanya pembangunan infrastruktur desa oleh pihak ketiga atau rekanan. Padahal seharusnya pembangunan dilakukan dengan swakelola. "Tujuannya, agar masyarakat yang ada di desa itu menjadi pekerja, sehingga bermanfaat bagi warga karena mereka mendapatkan pekerjaan," katanya.

Dalam acara serap informasi dengan Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) se-Madura di Pendopo Pemkab Bangkalan itu, Ketua Komisi V DPR RI Fery Djemi Francis menjelaskan, kujungan kerja yang dilakukan timnya guna meninjau, sejauh mana manfaat program dana desa dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

Komisi V datang ke Bangkalan bersama tim dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal.

Ia menjelaskan, dana desa dari pemerintah pusat mengalami peningkatan. "Pada 2015 masing-masing desa hanya memperoleh dana sebesar Rp 275 juta. Namun pada 2016 ini menjadi Rp 650 juta," katanya.

Pada kesempatan itu, Fery meminta agar semua pihak ikut mengawasi penggunaan dana desa, untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Disamping itu, dengan pola pengawasan yang ketat, maka kualitas pekerjaan pembangunan infrastruktur desa juga jelas akan lebih bagus.

Sementara itu, Bupati Pamekasan Achmad Syafii yang hadir dalam acara tersebut mengakui, ada beberapa desa yang membangun balai desa di tanah milik pribadi keluarga kepala desa itu. Sehingga, pembangunan balai desa itu, hanya digunakan saat yang bersangkutan menjabat sebagai kepala desa. "Jika kepala desanya ganti, maka balai desanya juga ganti. Di Pamekasan dulu banyak yang seperti itu," katanya.

Namun, sambung dia, sejak menjabat sebagai bupati, maka dia menyediakan ketentuan tentang prasyarat bagi kepala desa untuk mendapatkan dana untuk pembangunan desa. "Antara lain, balai desa itu harus dibangun di atas tanah kas desa, bukan di atas tanah milik pribadi warga atau aparat desa," katanya, menjelaskan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement