REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengubah nama Kementerian di Republik Indonesia (RI) tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Sebab mengingat seorang menteri adalah pembantu presiden atau anak buah presiden.
"Tapi sekali lagi, menteri itu pembantu presiden, anak buah presiden," ujar pakar hukum tata negara Refly Harun, Sabtu (5/3).
Refly mengatakan persoalan nama Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Sumber Daya tak sesuai dengan nomenklatur. Karena menurut Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 79 tahun 2015, nama kementerian tersebut tidak ditambah embel-embel "Sumber Daya".
Sebagai pakar hukum tata negara, mengubah nama kementerian adalah pelanggaran. Kata Refly pelanggaran terdapat dua macam, yaitu administrasi dan pidana. Untuk kasus penambahan embel-embel nama tersebut, seperti di situs resmi Kementerian Koordinatur Bidang Kemaritiman, tentu bukan pelanggaran pidana. Namun pelanggaran tersebut adalah pelanggaran administrasi pemerintahan.
"Kalau sanksi datang dari presiden. Ada sanksi berat, sedang dan ringan.
Refly mengatakan sanksi ringan bisa lisan dan teguran. Sedangkan sanksi sedang ada di tangan presiden dan berat bisa sampai penggantian. "Tapi nama itu sendiri tidak boleh diganti," kata dia.