Jumat 04 Mar 2016 21:37 WIB

YLKI Sumut Pertanyakan Uang Plastik Berbayar

Rep: Issha Harruma/ Red: Israr Itah
Mulai Ahad (21/2), pemerintah melakukan uji coba kebijakan kantong plastik berbayar saat berbelanja di sejumlah tempat.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Mulai Ahad (21/2), pemerintah melakukan uji coba kebijakan kantong plastik berbayar saat berbelanja di sejumlah tempat.

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) provinsi Sumut, Abubakar Siddik mengaku tidak sependapat dengan penerapan kantong plastik berbayar.

Abu menilai, pengelolaan dan pengalokasian uang hasil dari penjualan plastik berbayar tersebut masih belum jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Nggak jelas uangnya kemana untuk siapa dan untuk apa. Kalau untuk pelaku usaha, itu kan pembodohan sekali. Lucu itu," kata Abu saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (4/3).

Abu mengatakan, pengelolaan hasil dari penjualan plastik berbayar harus jelas. Jika memang uang tersebut dialokasikan untuk program Corporate Social Responsibility (CSR) terkait lingkungan, maka pengawasannya pun harus jelas.

"Jangan anggap Rp200 itu dikit. Konsumen kan jutaan. Dikali sejuta berapa. Nah, uang itu kemana belum jelas. Ini yang jadi PR pemerintah," ujarnya.

Abu pun menilai, penerapan plastik berbayar ini tidak akan terlalu berdampak pada penggunaan plastik oleh masyarakat. Apalagi melihat fakta bahwa masih banyak masyarakat yang tidak segan untuk membayar plastik seharga Rp200.

"Beli plastik, dibawa ke rumah juga jadi limbah. Kalau belanja bawa tas kan juga jadi memberatkan konsumen," kata Abu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement