REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Sosial (Kemensos) RI akan mengakhiri rezim beda data kemiskinan antarlembaga dan kementerian yang selama ini kerap terjadi, kata Mensos Khofifah Indar Parawansa.
Ia menjelaskan bahwa data terkait kemiskinan dari kementerian, lembaga, pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota selama ini sering kali berbeda.
Oleh karena itu, lanjutnya, maka pada periode 2015 lalu, Kementerian Sosial berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) bertekad untuk mengakhiri rezim beda data ini.
Pihaknya, kata Khofifah, telah melakukan verifikasi dan validasi data. Hasil verifikasi dan validasi data tersebut, telah dikonsolidasikan dengan data dari pihak BPS, TNP2K, dan Pemerintah Daerah di wilayah Indonesia Barat dan Tengah. Sementara konsolidasi data untuk Indonesia bagian Timur dilakukan hari ini, di Makassar.
Selanjutnya, kata dia, data tersebut akan dikonsolidasikan dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil)
"Senin kita akan konsolidasikan dengan Disdukcapil. Insha Allah pekan depan Kementerian Sosial sudah akan menetapkan data fakir miskin," jelasnya.
Penetapan data fakir miskin ini, kata dia, adalah amanat dari UU No. 13 tahun 2011.
"Data ini akan diupdate setiap dua tahun sekali, kecuali untuk data PBI-JK (Penerima Bantuan Iuran-Jaminan Kesehatan) yang akan diupdate setiap enam bulan sekali," kata dia.
Sinkronisasi data kemiskinan ini disambut baik oleh Wakil Gubernur Sulsel Agus Arifin Nu'mang.
Menurut Agus, kesimpangsiuran data antarlembaga selama ini memang membingungkan.
"Data yang di Bappeda, BPS, dan Dinas Sosial kadang berbeda, terlalu banyak data, ini membingungkan," ujarnya.
Hadirnya data fakir miskin yang menjadi satu-satunya rujukan ini, menurut Agus, akan membantu memastikan program-program penanggulangan kemiskinan dapat tepat sasaran.
"Ini akan membantu efektifitas program penanggulangan kemiskinan," kata Agus.