REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilihan ketua umum Partai Golkar melalui musyawarah nasional (munas) mendatang harus dipastikan bersih dari praktik politik uang. Harapannya, ketua umum terpilih bisa bebas dari syarat atau kepentingan tertentu.
Hal tersebut disampaikan oleh peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Donal Fariz. Ia memaparkan hal tersebut terkait kriteria ideal calon ketua umum Golkar menurut publik dalam survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKopi) di Cikini, Jakarta, Kamis (3/3).
''Kalau Munas dibangun atas dasar politik uang maka bisa pecah lagi dan bisa karam partai ini,'' ungkap Donal.
Donal mengatakan untuk mencegah praktik politik uang dalam munas Golkar bisa disiasati dengan menjerat pelaku politik uang dengan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Ini bisa dilakukan, kata dia, mengingat tidak sedikit kader partai merupakan pejabat publik atau pejabat negara seperti pimpinan DPRD maupun kepala daerah.
Ia juga mendukung sinyal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk masuk lebih jauh dalam proses Munas tersebut. ''Kami dukung sinyal KPK lebih kuat karena ini melibatkan banyak pejabat publik, sepanjang mereka menerima yang relevan maka bisa dijerat. Seharusnya KPK bergerak dari sekarang,'' ujarnya.
Ia menekankan, pentingnya bergerak dari awal agar potensi politik uang tidak terjadi dalam Munas. ''Agar potensi-potensi Ketua Umum yang berpotensi lakukan politik uang, bukan dari H-nya, karena biasanya negosiasi atau mahar sudah disepakati atau diberikan sebelumnya,'' ujarnya.