REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyarankan Komisi Yudisial (KY) menggunakan strategi baru untuk berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA) agar terbangun hubungan yang lebih baik.
"KY perlu memetakan komunikasi untuk membantu MA. Strategi harus didesain ulang oleh komisioner baru. Komisioner lama dinilai keras dan agresif. Ini perlu diperhatikan relevan atau tidak jika kembali dilakukan," ujar Peneliti ICW Aradilla Caesar, Jumat (26/2).
Ia menilai KY perlu melakukan penguatan dengan membangun konstruksi hubungan yang produktif dengan MA sebagai mitra kritis terkait pembagian peran kelembagaan, mekanisme kerja dan koordinasi serta keselarasan pembentukan kebijakan KY dan MA.
Penguatan jaringan ke lembaga negara dan masyarakat sipil untuk melegitimasi peran KY kepada publik, menurut dia, juga perlu dilakukan. Selanjutnya, ia menyarankan KY melakukan perluasan fungsi pengawasan yang tidak hanya penindakan serta meningkatkan manajemen SDM dan tata kelola kelembagaan KY.
"Kesemua situasi itu harus ditujukan pada peningkatan kualitas hakim dan reformasi MA demi mencapai independensi peradilan yang bersih dan adil dan tanpa intervensi legislatif dan eksekutif," ucap Aradilla.
ICW berharap Ketua KY terpilih dapat berperan lebih aktif menjaga independensi peradilan dan melakukn upaya pembersihan praktik mafia peradilan mulai dari tingkat pengadilan hingga Mahkamah Agung.
Aidul Fitriciada Azhari terpilih menjadi Ketua Komisi Yudisial (KY) periode 2015-2020 dengan mendapat empat suara dari tujuh komisioner dalam Rapat Pleno Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua. Terpilih mendampingi Aidul sebagai Wakil KY adalah Sukma Violetta yang mendapatkan empat suara dari tujuh suara.