REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dituntut segera mengatasi krisis listrik parah yang tengah melanda Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pasalnya, selain dampak kerugian yang ditanggung masyarakat, industri dan perhotelan, hal itu juga menghambat pertumbuhan ekonomi dan proses pembangunan di daerah.
"Tanggung jawab PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik industri dan masyarakat. Keadaan listrik sering byar pet, akibat PLN kekurangan suplay listrik. Padahal demand disana sangat kuat," kata Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis Azhar kepada wartawan, Rabu (24/2).
Dia menjelaskan, persoalan penyediaan energi dan kebutuhan listrik bukan untuk target satu atau dua tahun. Tapi PLN mestinya memperhitungkan 5 sampai 10 tahun yang akan datang. "Kebutuhan itu perlu diperhitungkan secara matang, berapa yang diperlukan. Jangan sekedar opsi sesaat."
Hal itu sangat penting karena di NTT, misalnya banyak industri dan perhotelan yang butuh pasokan energi untuk operasional. K edepannya juga akan banyak berdiri perumahan dan hotel baru yang membutuhkan pasokan listrik.
"Semuanya harus dihitung dengan cermat. Kalau memang PLN sudah nggak mampu ya serahkan ke swasta. PLN tinggal membeli listriknya dan menyediakan jaringannya saja," katanya.
Sebelumnya, Gubernur NTT Frans Lebu Raya juga bereaksi karena daerah yang dipimpinnya mengalami defisit listrik parah. Pemadaman listrik seringkali terjadi di berbagai wilayah NTT secara bergilir tanpa pandang bulu, bahkan di ibukota provinsi.
"Jujur saja, kondisi listrik di daerah masih mengalami defisit. Kita berupaya supaya pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) bisa dialokasikan listriknya sebagian ke NTT," ujarnya.
Bahkan dalam prosesi pelantikan sembilan pasangan bupati, Rabu (17/2), aliran listrik di kantor gubernur NTT padam sampai tiga kali. Akibatnya selain pelantikannya tertunda, para kepala daerah dan undangan harus menahan panasnya udara dalam ruangan selama berjam-jam tanpa AC.