Ahad 21 Feb 2016 20:21 WIB

Persaingan Calon Ketum Golkar Panas karena Persoalan Pencapresan

Rep: agus raharjo/ Red: Joko Sadewo
Hajriyanto Tohari
Hajriyanto Tohari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilihan Ketua Umum Partai Golkar kemungkinan akan diikuti oleh banyak calon ketua umum. Hal ini karena ada pandangan bahwa ketua umum Partai Golkar akan menjadi calon presiden di pemilu mendatang.

Untuk menghindari ketegangan, Politikus Senior Golkar, Hajriyanto Y. Tohari, mengusulkan dilakukannya konvensi untuk pemilihan calon presiden di pemilu mendatang. Hajriyanto mengatakan, Golkar perlu menurunkan tensi ketegangan dalam pertarungan perebutan posisi ketua umum.

Sebab, kondisi pasca konflik membutuhkan sosol ketua umum yang mampu memersatukan seluruh pihak. Keputusan untuk menggelar munas luar biasa ini didasari atas konflik dualisme yang dialami oleh Golkar.

Kalau seluruh kader Golkar sepakat untuk menurunkan tensi ketegangan, salah satu cara yang dapat diambil adalah penentuan calon presiden melalui mekanisme konvensi. Menurut dia, kalau penentuan capres yang diusung Golkar melalui mekanisme konvensi, maka peperangan merebutkan kursi ketua umum mengendur. Sebab, belum tentu ketua umum Golkar akan dicapreskan oleh partai penguasa orde baru ini.

“Adanya konvensi membuat caketum tidak akan mati-matian untuk menjadi  ketua umum,” ujar Hajriyanto di Jakarta, Ahad (21/2).

Mantan Wakil Ketua MPR dari Partai Golkar ini menambahkan, Golkar juga perlu mengubah sistem pemilihan agar tensi ketegangan di internal tidak memanas. Sistem presidium menjadi alternatif yang bagus untuk dicoba Golkar dalam menentukan siapa ketua umum maupun struktur organisasi partai.

Hal ini juga tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM untuk memperpanjang kepengurusan hasil Munas Riau. Sebab, biasanya, dalam sistem pemilihan yang saat ini diterapkan oleh Golkar, ketua umum terpilih akan mengambil seluruh haknya. “Biasanya sistem pemilihan langsung ‘the winner take all’,” ujar Hajriyanto.

Namun, kalau munas dan pemilihan ketua umum dilakukan secara rekonsiliatif, akan meminimalkan terjadinya konflik baru. Jangan sampai, ketua umum memiliki beban yang sama dengan beban yang ditanggung saat ini. Hajriyanto mengatakan, saat ini, kebutuhan operasional DPD menjadi tanggungjawab ketua umum. Kalau ketua umum tidak dapat memenuhi tanggungjawab ini, ketua umum bisa digulingkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement