Sabtu 20 Feb 2016 17:28 WIB

Cegah LGBT, Ini Yang Dilakukan Perhimpunan Spesialis Jiwa

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Bayu Hermawan
Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Bandung Raya menggelar aksi menolak LGBT, di Balai Kota Bandung, Jumat (19/2).
Foto: Republika/ Edi Yusuf
Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Bandung Raya menggelar aksi menolak LGBT, di Balai Kota Bandung, Jumat (19/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender perlu mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa berdasarkan Hak Asasi Manusia. Pelayanan  kesehatan ini harus melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Dalam upaya pencegahan dan promotif, Pengurus Pusat  Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (PP PDSKJI) melakukan advokasi secara proaktif kepada masyarakat. Upaya ini dapat dilakukan melalui pendidikan, life skill maupun pendidikan seksualitas di usia dini.

"Juga kepada anak dan remaja," ujar Ketua Umum PP PDSKJI, Danardi Sosrosumihardjo melalui keterangan persnya pada Jumat (19/2).

Upaya ini juga dilakukan melalui konseling pra-nikah dan parenting skill. Selain itu, PDSKJI melalui Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian Psikiatri (MP2KP) juga mendukung upaya riset tentang homoseksual, biseksual dan transeksual.

Hal ini dapat dilakukan dengan syarat berbasis kearifan lokal, budaya, aspek religi dan spiritual bangsa Indonesia. Sebagai informasi, Danardi menyatakan orang dengan homoseksual dan biseksual dapat dikategorikan sebagai Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK).

ODMK sendiri adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental dan sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup.

Dengan demikian memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Penjelasan ini, kata dia, sudah tercantum jelas pada UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa pada pasal satu.

Selain itu, Danardi juga mengungkapkan, ihwal Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang juga sudah tertera dalam UU dan pasal tersebut.

ODGJ adaah orang yang mengalami gangguan pikiran, perilaku dan perasaaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala. Atau, lanjutnya, perubahan perilaku yang bermakna dan dapat menimbulkan penderitaan serta hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.

"Menurut Peraturan Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)-III, transeksualisme masuk ke dalam gangguan jenis kelamin," jelasnya Danardi, dengan kata lain, transeksualisme masuk ke dalam kategori ODGJ.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement