REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli mengakui tidak ada koordinasi dengan Kementerian ESDM dalam pemberian izin ekspor konsentrat Freeport.
"Enggak (ada koordinasi). Menteri ESDM kan dari dulu enggak pernah koordinasi sama saya," ujarnya di Jakarta, Kamis (18/2).
“Menteri ESDM kan dari dulu enggak pernah koordinasi sama saya. Dia koordinasi sama siapa juga enggak jelas. Kok begitu mudah dipojokkan oleh Freeport?"
Rizal menilai pejabat Indonesia terlalu mudah dipojokkan oleh Freeport. "Freeport tahu pemerintah Indonesia lemah. Katanya, 'Nanti gue pepetin pemerintah Indonesia, terus pemerintah Indonesia nyerah'," kata Rizal.
Ia juga menegaskan PT Freeport Indonesia seharusnya tetap membangun fasilitas pemurnian mineral atau smelter sebagaimana diamanatkan dalam UU Minerba. "Freeport seharusnya melaksanakan pembangunan (smelter) sejak 2009, tapi dia ngeyel saja," ucap Rizal.
Sesuai UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009, menurut Rizal, pemerintah mewajibkan semua penambang umum untuk membangun smelter lantaran semua hasil tambang mineral mentah dilarang diekspor dan harus diolah di dalam negeri pada 2014. Namun, menurut dia, kebijakan tersebut sulit diterima karena pembangunan smelter memakan biaya besar sekitar Rp 1 triliun hingga Rp 1,5 triliun.
"UU itu tidak mempertimbangkan skala ekonomi minimum untuk produksi. Kalau kita lakukan, kasarnya orang nggak mau bikin smelter kalau rugi," katanya.
Mantan kepala Bulog itu mengatakan dari sekian banyak perusahaan pertambangan mineral di Indonesia, hanya sekitar tujuh perusahaan yang mampu membiayai pembangunan smelter. "Salah satunya Freeport," katanya.
Progres pembangunan smelter juga merupakan salah satu syarat yang diminta pemerintah untuk mempertimbangkan bisnis perusahaan tambang asal Amerika Serikat, dalam kegiatan ekspor konsentrat tembaga dan emas. Menurut mantan menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu, fakta Freeport tak kunjung membangun smelter namun tetap diberi izin ekspor, merupakan bukti lemahnya pemerintah Indonesia.